Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Aroma persaingan sengit masih mewarnai dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang energi, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan Pertamina. Dalam program konversi energi dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) yang seharusnya digotong bersama itu, persaingan antar keduanya juga masih terasa.
Misalnya, begitu PGN bakal meluncurkan produk anyar berupa tabung compressed natural gas (CNG) dan mengembangkan jaringan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), Pertamina pun unjuk gigi. Manager CNG dan City Gas Pertamina Linda Sunardi mengatakan, Pertamina sudah menyiapkan sejumlah proyek unggulan untuk mendukung program konversi BBM ke BBG.
Salah satunya adalah pembangunan outlet stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Ecostation. Ini adalah konsep SPBG dalam satu area dengan SPBU. Konsep ini diterapkan untuk mengurangi investasi lahan dan perzinan. Saat ini Pertamina sudah membangun 15 SPBU Ecostation di Jabodetabek, empat di Palembang, empat di Surabaya dan masing-masing dua unit di Balikpapan dan Semarang.
Tahun 2015, Pertamina menargetkan pembangunan 150 SPBG baik yang menyatu dengan SPBU maupun SPBG mandiri. Untuk tahap awal yang menjadi komitmen Pertamina adalah 25 SPBG yang kemudian dilanjutkan dengan 20 SPBG lagi yang dipastikan harus dibangun tahun 2015.
Jika target itu tercapai, Pertamina yakin bisa membangun sisanya. "Kami juga punya tujuh mobile gas dan tengah membangun jaringan gas kota di daerah," ujar Linda.
Ihwal pengembangan produk CNG plus generator untuk rumah tangga yang dikembangkan PGN, Pertamina menilainya bukan sebagai terobosan yang mampu menjawab persoalan kelistrikan maupun pemenuhan kebutuhan gas rumah tangga. Namun, Vice President Gas and Power Comercialization Pertamina Ginanjar menilai, teknologi ini merupakan teknologi yang sederhana dan tidak canggih. Secara prinsip, ketika gas sampai ke rumah tangga, gas tersebut bisa digunakan untuk apa saja termasuk untuk pembangkit listrik.
Masalahnya, generator listrik yang didesain khusus untuk gas saat ini belum banyak tersedia di Indonesia. Di pasar Indonesia saat ini kebanyakan adalah generator diesel. Ia khawatir biaya yang dibutuhkan untuk melakukan konversi generator diesel ke gas lebih mahal ketimbang ongkos untuk untuk membeli generator khusus gas.
Selain itu, penggunaan CNG untuk listrik dengan menggunakan generator ini tidak menjawab kebutuhan masyarakat bawah yang mengalami kesulitan mendapatkan akses listrik. "Kebanyakan listrik yang byar-pet di daerah. Sementara orang kaya tinggal di apartemen. Di apartemen sendiri, generator disediakan pengelola apartemen," tegas dia kepada KONTAN, Rabu (17/12).
Namun demikian, Ginanjar tetap mengapresiasi langkah PGN yang menawarkan inovasi CNG untuk rumah tangga dan pembangkit listrik tersebut. Jika nantinya masyarakat mampu menjangkau CNG bagi kebutuhan listrik rumah tangga, Pertamina siap mengadakan program ini dengan prinsip, ada supply gas, ada infrastruktur gas seperti generator dan perlengkapan lainnya dan ada pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News