kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Plus minus jika Freeport hengkang atau tetap di RI


Rabu, 22 Februari 2017 / 20:47 WIB
Plus minus jika Freeport hengkang atau tetap di RI


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Kisruh Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) sepertinya akan berjalan cukup lama, apalagi dengan adanya pernyataan dari Presiden Direktur Freeport McMoran Inc yang menyatakan akan tetap berpegang teguh pada perjanjian lamanya, yakni kontrak karya (KK).

Dengan sikap yang dinilai tak bersahabat tersebut, pemerintah pun tak segan-segan mendepak perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut jika tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.

Kompas.com mencoba meminta tanggapan beberapa analis pasar modal terkait plus minus yang akan ditimbulkan jika Freeport Indonesia hengkang ataupun tetap berada di Tanah Air.

Head of Research and Consulting Services Infovesta Utama, Edbert Suryajaya, mengatakan, investor yang memiliki saham Freeport McMoran Inc (FCX) tengah dalam posisi yang tidak nyaman. Pasalnya, ketidakpastian investasi tengah menghantui saham FCX yang terdaftar di bursa AS tersebut. 

"Saya baca komentar dari Pak Luhut (Menko Kemaritiman) kalau mereka (PTFI) sampai kalah di arbitrase, pemerintah ingin mereka keluar dari Indonesia. Nah, berita-berita ini saya rasa bikin investor enggak nyaman," ujar Edbert kepada Kompas.com, Rabu (22/2).

Menurut Edbert, selain rasa tidak nyaman yang menghantui para pemegang saham FCX akan portofolio investasinya, terdapat juga plus minus jika Freeport Indonesia hengkang ataupun tetap berada di Tanah Air.

"Plusnya tentu dengan kontrol dari pemerintah terhadap aset tersebut, maka bisa jadi salah satu sumber pendapatan lain buat negara, apalagi bila dapat dikelola dengan baik. Kalau untuk minusnya, tentu penanganan tambang dengan skala sebesar itu lebih rumit sehingga perlu dilihat apakah proses transisi bisa berjalan dengan baik," tutur Edbert.

Sementara itu, Head of Research MNC Securities, Edwin Sebayang, menilai, PTFI akan sangat sulit jika harus hengkang dari Indonesia. Pasalnya, cadangan emas yang ada di tambang Papua masih cukup banyak dan hasil penjualannya menjadi pemasukan terbesar PTFI ke induk usahanya di AS, yakni Freeport McMoran Inc. 

"Sulitlah dia (PTFI) hengkang dari Indonesia karena reserve atau cadangannya masih besar," tutur Edwin.

Hal yang memungkinkan terjadi adalah proses negosiasi yang alot antara pemerintah dan PTFI untuk mencapai suatu kata sepakat yang tidak merugikan PTFI maupun Pemerintah Indonesia.

"Ujung-ujungnya terjadi nego mengenai kepemilikannya," katanya.

Skema IPO

Selain itu, muncul wacana PTFI untuk melakukan pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO) di BEI. Cara ini dinilai paling baik untuk pengalokasian atau skema pengurangan (divestasi) sebagian saham perusahaan tambang yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) itu.

"Buat saya, cara terbaik enggak ada pilihan, kecuali IPO," ujar Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio.

Menurut Tito, jika PTFI telah mencatatkan sahamnya di BEI, perusahaan tersebut otomatis menjadi perusahaan terbuka yang semua kegiatan produksi maupun keuangannya bisa diketahui seluruh masyarakat Indonesia.

"Keterbukaan informasi akan terjadi di situ, kalau Freeport mau terbuka, ya IPO supaya rakyat Indonesia tahu tentang Freeport," tutur Tito.

Seperti diketahui, BEI pernah mewacanakan untuk bertemu pihak PTFI secara formal untuk membahas kelanjutan rencana IPO. Dalam pertemuan tersebut, rencananya akan dilakukan pembicaraan terkait rencana divestasi 41,64 persen saham Freeport.

Menurut Tito, divestasi melalui bursa efek sebagai salah satu opsi pelepasan saham perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Pasalnya, saham yang dilepas mula-mula ditawarkan ke pemerintah, bisa pusat, provinsi, kabupaten, atau kota.

Jika pemerintah tidak mau ambil bagian, selanjutnya saham tersebut ditawarkan ke BUMN atau BUMD. Terakhir barulah ditawarkan kepada badan usaha swasta nasional.

Sebagai informasi, tata cara divestasi 41,64 persen saham Freeport tertuang dalam aturan Menteri ESDM Nomor 09/2017 tentang tata cara divestasi saham dan penetapan harga divestasi pada kegiatan usaha pertambangan, mineral, dan batubara. (Iwan Supriyatna)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×