Reporter: Handoyo |
JAKARTA. Pasar minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam negeri yang cukup besar membuat beberapa produsen CPO tidak khawatir dengan penerapan bea keluar (BK) yang tinggi. Penerapan BK diyakini tidak akan mengganggu kinerja penjualan perusahaan.
Salah satu perusahaan yang banyak menyandarkan penjualannya pada pasar lokal adalah PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). "Pasar kami 97% untuk lokal, sehingga bea keluar tidak akan memberikan dampak apapun pada kinerja operasional dan finansial," kata Tofan Mahdi, Head of Public Relation AALI, Kamis (31/5).
Walau mengaku tidak terlalu berpengaruh, namun menurut Tofan, pada kuartal II tahun ini perusahaannya tidak menargetkan pertumbuhan produksi terlalu tinggi. "Minimal sama dengan kuartal I 2012," tambahnya.
Pada kuartal I tahun ini, AALI memproduksi CPO sebanyak 289.390 ton, naik 5,2% dibandingkan periode sama 2011. Sementara produksi tandan buah segar (TBS) naik 4,6% menjadi 1,1 juta ton dibanding kuartal I tahun 2011.
Memiliki kebun sawit seluas 266.900 hektare, pada 2011 lalu penjualan CPO AALI mencapai 1,3 juta ton, naik 12,9% dari tahun sebelumnya. CPO berkontribusi 89,3% penjualan AALI, atau Rp 2,3 triliun. Sedangkan penjualan kernel dan turunannya berkontribusi 10,7% atau Rp 280 miliar.
Marjin petani kurang
Seperti diketahui, Kamis kemarin, Kementerian Perdagangan (Kemdag) telah menetapkan BK kelapa sawit dan CPO untuk Juni 2012 sebesar 19,5%. Menurut Deddy Saleh, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemdag, BK dihitung dari harga patokan ekspor (HPE) CPO sebesar US$ 1.098 per ton. HPE itu sebenarnya lebih rendah dari bulan Mei yang sebesar US$ 1.120 per ton mengacu pada harga rata-rata sebulan terakhir di bursa komoditas Rotterdam. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) sendiri menghitung, konsumsi CPO dalam negeri mencapai 26% dari total produksi CPO Indonesia tahun 2011 sebesar 23 juta ton.
Selain AALI, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) dan Citra Borneo Indah juga tidak terpengaruh. "Ekspor kita hanya 16% dari penjualan kuartal I," kata Michael Kesuma, Head of Investor Relation SGRO. Bahkan Citra Borneo mengaku menjual 100% CPO-nya ke pasar dalam negeri.
Pada kuartal I 2012, produksi CPO SGRO mencapai 70.000 ton, sedangkan TBS sebesar 358.000 ton. Produk kelapa sawit menyumbang 95,6% pendapatan SGRO yang meningkat dari Rp 2,2 triliun pada 2010 menjadi Rp 3 triliun pada tahun 2011.
Hanya saja menurut Asmar Arsyad, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), pajak ekspor CPO progresif membuat margin keuntungan petani sawit rakyat berkurang. "Setiap 1% kenaikan BK, margin kami tergerus US$ 0,14 per ton atau sekitar Rp 200-Rp 400 per ton," katanya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News