Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara di 2018 masih sulit diprediksi. Namun, pergerakan harga dipastikan masih bergantung oleh kebijakan China terkait pengurangan impor batubara.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, memang sulit untuk memprediksi secara tepat harga komoditas khususnya batubara karena sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Permintaan dari India dan juga faktor cuaca semakin sulit di prediksi.
Produsen batubara tentu berharap harga tetap menguat, tetapi sebagian besar para produsen juga khawatir harga akan tertekan karena kecenderungan over supply. Sementara itu menurut International Energy Agency (IEA), demand secara global juga diprediksi akan berkurang.
Pasalnya, lanjut Hendra, negara-negara ekonomi besar menurunkan konsumsi batubara kecuali India. "Oleh karena itu dengan level harga yang kuat ini tentu mendorong meningkatnya produksi sementara demand cenderung menurun," terangnya kepada Kontan.co.id, Jumat (22/12).
Hendra mengatakan untuk domestik tentu faktor potensi ketidakpastian usaha sebagai dampak dari kebijakan dan regulasi. Oleh karena itu kebijakan terkait harga jual batubara dalam negeri untuk kepentingan pembangunan kelistrikan perlu mempertimbangkan kepentingan produsen batubara dan juga aspek konservasi.
"Saya kira China belum melarang impor tapi mulai mengurangi impor batubara khususnya kalori rendah. Potensi pasar lain tentu India sebagai importir terbesar kemudian pasar di negara tetangga ASEAN," pungkasnya.
Direktur Batubara Kementerian ESDM, Sri Raharjo mengatakan, untuk harga batubara 2018 diprediksi sangat tergantung kondisi pasar mengingat harga acuan batubara (HBA) Indonesia ditetapkan dengan formula yang mengacu harga pasar.
"Menurut prediksi berbagai analis pasar untuk tahun 2018 harga batubara diperkirakan pada kisaran yg tidak jauh berbeda dengan harga tahun 2017," jelasnya ke KONTAN, Jumat (22/12).
Head of Corporate Communication PT Adaro Energy, Febriati Nadira mengatakan, yang bisa dilakukan oleh Adaro di tahun 2018 adalah terus menjalankan efisiensi dan keunggulan operasional di seluruh rantai bisnis Adaro.
Febrianti bilang, kenyataannya impor China masih tetap besar. "Ini karena beberapa sektor dan industrialisasi mulai bangkit lagi. Selain itu, musim panas kemarin juga membuat konsumsi listrik meningkat," tandasnya.
Sementara untuk potensi penjualan batubara Adaro adalah wilayah Asia Tenggara. Hal Itu didorong oleh investasi besar di bidang infrastruktur energi terutama di sektor listrik untuk memenuhi kebutuhan populasi dan ekonomi yang melonjak.
Dari data Bloomberg, sejak awal tahun 2017 hingga saat ini rata-rata harga batubara di ICE Futures untuk kontrak pengiriman Februari 2018 sebesar US$ 82 per ton. Harga batubara terendah di level US$ 69 per ton di awal tahun dan harga tertinggi di level US$ 100,80 per ton di 19 Desember 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News