Reporter: Petrus Dabu | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah menegaskan PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak berhak mendapatkan bahan bakar minyak bersubsidi. Pasalnya, perusahaan plat merah tersebut sudah mendapatkan dana Public Service Obligation (PSO) dari pemerintah.
"KAI tidak dimungkinkan untuk mendapatkan bahan bakar bersubsidi, karena pada saat sekarang ini sudah menerima PSO (Public Service Obligation)," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo, di Jakarta, Selasa (8/11).
Agus menyebut, pemerintah merasa masih perlu memperkuat penggunaan dana PSO tersebut agar lebih tepat sasaran. "Agar PSO itu betul-betul diterima oleh individu-individu yang akan diberikan subsidi, bukan keseluruhan kinerja PT KAI diberikan PSO," urainya.
Sekarang ini, lanjut Agus, PSO yang diberikan masih bersifat umum. "Dan itu intinya menutup kerugian atau ketidakefisienan yang ada di PT KAI. Tapi nanti, kita harus pertajam," ujarnya.
Lanjutnya, saat ini, pemberian PSO kepada PT KAI tanpa membedakan antara kereta api pengangkut barang dan manusia. Ke depan, pemerintah akan mengarahkan pemberian PSO, apakah pada kereta api angkutan penumpang saja atau bidang lainnya.
Sebelumnya, Serikat Pekerja PT KAI mendesak pemerintah, agar kereta api pengangkut barang diberikan jatah BBM bersubsidi. Mereka mengancam akan melakukan aksi mogok kerja pada 6 Desember, apabila hingga akhir November ini tuntutan tersebut tidak terpenuhi.
Ketua Serikat Pekerja KA, Sri Nugroho menyebut, berdasarkan Peraturan Presiden No 9 tahun 2006, KA pengangkut barang diberikan BBM bersubsidi. Namun, kenyataannya sejak Maret 2010 lalu, KA pengangkut barang menggunakan BBM non subsidi. "Pokoknya kami minta ada keputusan sebelum akhir bulan ini, pemberian BBM subsidi kepada PT KA sebagaimana di Perpres itu, kami tidak asal menuntut tapi ada aturannya," ujarnya.
Sri mengatakan, serikat pekerja menuntut agar KA barang menggunakan BBM bersubsidi seharaga Rp 4.500 per liter. Saat ini, kata dia, BBM yang dibeli KA pengangkut barang seharga Rp 9.000 per liter dengan kebutuhan setahun sekitar 60 juta kilo liter. Akibat menggunakan BBM non subsidi, biaya operasional membengkak. "Kerugian kami sejak 3 Maret 2010 sampai sekarang sekitar Rp 4.000 miliar," ujar Sri.
Selain itu, kata dia, akibat menggunakan BBM bersubsidi, pengiriman barang melalui PT KA juga menjadi berkurang karena biaya ongkos pengiriman menjadi lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan truk. Sayangnya dia tidak memerinci pengurangannya itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News