kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PTBA dan ExxonMobil serius garap blok CBM


Selasa, 29 Januari 2013 / 06:00 WIB
PTBA dan ExxonMobil serius garap blok CBM
ILUSTRASI. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik tipis 0,03% ke 6.144,82 pada Jumat (24/9). IHSG tertolong beberapa saham big cap yang menguat.


Reporter: Diemas Kresna Duta | Editor: Azis Husaini

JAKARTA. Di tengah menipisnya persediaan minyak dan gas bumi (migas), sejumlah perusahaan pertambangan dan migas mulai mencoba peruntungannya dengan melakukan eksplorasi sumber energi alternatif seperti gas metan batubara atau coal bed methane (CBM) di beberapa daerah.

Corporate Secretary PT Bukit Asam Tbk, Joko Pramono mengaku, saat ini pihaknya sedang mengembangkan proyek gas yang dihasilkan dari endapan batubara muda itu. Dalam  proyek ini PTBA menggandeng Pertamina Hulu Energi (PHE) dan perusahaan asal Australia, Fart Energy Pte Ltd.

Saat ini, menurut Joko, pihaknya sedang menggarap tiga Blok CBM di wilayah Tanjung Enim, Sumatera Selatan, di Peranap, Riau, serta di Ombilin, Sumatera Barat. "Selain batubara, kami juga akan mengoptimalkan eksplorasi CBM sebagai sumber energi alternatif. Nantinya, CBM itu akan disalurkan ke Pertamina," terangnya, Senin (28/1).

Menurut Joko, untuk proyek di Blok Tanjung Enim, saat ini PTBA tengah menyedot kandungan air atau watering agar dapat melakukan eksplorasi. Diperkirakan, kandungan CBM di Tanjung Enim mampu menghasilkan gas metan sebesar 50 triliun kaki kubik (tcf).

Ia mengungkapkan, dengan cadangan di Blok Tanjung Enim sebesar itu, mampu mengoperasikan pembangkit listrik dengan kapasitas 250 Megawatt (MW). Sementara untuk Blok Ombilin, proses eksplorasi masih dalam tahap penghitungan potensi gas.

"Kami targetkan proses watering Tanjung Enim segera selesai dan dapat berproduksi pada akhir tahun ini. Sementara untuk di tambang Peranap, Riau, kegiatan harus dihentikan karena kami tidak menemukan cadangan gas yang feasible," katanya.

Selain PTBA, perusahaan migas asing, ExxonMobil juga tengah melirik pemanfaatan CBM. Perusahaan asal Amerika Serikat saat ini memiliki beberapa blok CBM di Kalimantan Selatan, seperti di Blok Banjar 1, Blok Banjar 2, dan Blok Tapin. Sedangkan ladang CBM ExxonMobil di Kalimantan Timur berada di Blok Barito Basin dan Kutai Basin.

Untuk tiga blok CBM di Kalimantan Selatan tersebut, ExxonMobil memiliki saham sebesar 49% dan PT Sugico Graha sebanyak 51%.
Menurut Juru Bicara ExxonMobil, Jeffrey Hariwibowo, saat ini pihaknya masih melakukan kegiatan eksplorasi. Ini ditujukan untuk mengetahui jumlah cadangan yang dihasilkan dari blok yang dikelolanya tersebut. "Kami memang sedang mengembangkan CBM di Kalimantan Selatan. Namun sejauh ini belum bisa kami sampaikan untuk potensi cadangannya," ungkap Jeffrey.

Exxon jual 2 blok CBM

Sementara untuk pengelolaan dua blok CBM di Kalimantan Timur yakni Blok Barito Basin dan Blok Kutai Basin, menurut Senior Vice President Exploration and External Relations ExxonMobil Asep Sulaeman, pihaknya telah menggandeng perusahaan asal Amerika Serikat, CBM Asia Development Corp. "Kami sudah mengalihkan 50% saham Blok Barito Basin kepada CBM Asia, " ungkap dia. Seperti diketahui, cadangan di Blok Barito Basin mencapai 100 tcf.

Sementara menurut Chairman CBM Asia Development Corp, Scott Stevens, pihaknya saat ini sedang dalam proses mengakuisisi 50% saham Blok Kutai Basin yang memiliki cadangan 100 tcf. "Kami yakin ExxonMobil dan kami bisa menggabungkan kekuatan teknis dan keuangan," tulis Stevens dalam situs resmi perusahaannya. 

Boks

SeMakin banyak perusahaan yang menggarap proyek coal bed methane (CBM). Itu karena pemerintah telah menetapkan harga jual CBM yang cukup menggiurkan.

Pemerintah telah menetapkan harga jual CBM sebesar US$ 7,5 per million metric british thermal unit (mmbtu). Harga ini cukup tinggi karena produksi CBM nasional masih kecil.

Sementara untuk investasinya, pengeboran satu sumur CBM diperkirakan menelan biaya sekitar US$ 1 juta - US$ 2 juta atau setara dengan Rp 9,5 miliar sampai Rp 19 miliar. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi CBM di Indonesia mencapai 300 trillion cubic feet (TCF) hingga 450 TCF.

Untuk mendukung bisnis CBM, menurut Ade Satari, Direktur Utama PT Sucofindo, pihaknya telah membuka dua laboratorium (CBM) bergerak (mobile) di Cibitung, Bekasi. Selain itu, Sucofindo juga menjalankan dua laboratorium sentral di Balikpapan dan Palembang. Dengan laboratorium tersebut, pengujian sampel gas tak perlu ke luar negeri.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×