CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Rupiah lemas, produsen obat kerek harga


Kamis, 06 Agustus 2015 / 10:49 WIB
Rupiah lemas, produsen obat kerek harga


Reporter: David Oliver Purba, Nina Dwiantika, RR Putri Werdiningsih | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Ungkapan bijak dalam dunia kesehatan tersebut harus mulai benar-benar Anda terapkan, kalau tak mau membayar harga obat lebih mahal.

Pasalnya, produsen obat saat ini  berencana menaikkan harga jual. Salah satunya,  PT Indofarma (Persero) Tbk. Perusahaan pelat merah ini  tengah mengajukan permohonan ke Kementerian Kesehatan untuk bisa mengerek harga jual obat generik. Maklum, sesuai aturan, pemerintah, produsen obat tak bisa seenak perut mengerek harga jual obat generik, tapi harus mendapat izin,

Indofarma berharap pemerintah bersedia mengerek harga jual obat generik 10% - 15%. "Kami sudah menyampaikan usulan, tapi hingga kini belum ada hasilnya," ujar Yasser Arafat, Sekretaris Perusahaan PT Indofarma (Persero) Tbk, Selasa (4/8).

Niat Indofarma itu kalah cepat dibandingkan dengan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Perusahaan ini  sudah menaikkan harga jual obat sejak Januari 2015 silam.

Namun, Kimia Farma  hanya menaikkan harga untuk obat non-generik. Rata-rata besaran kenaikan harga sebesar 10%. "Kenaikan harga tergantung jenis obatnya," ungkap Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk Rusdi Rusman kepada KONTAN, Selasa(4/8).

Alasan produsen menaikkan harga jual tak lain karena rupiah yang terus melemah. Dengan bahan baku sebanyak 90% masih barang impor, lemahnya rupiah bisa memuat  belanja bahan baku farmasi makin mahal.

Sebagai perbandingan, nilai rupiah di pasar spot yang tersaji di Bloomberg kemarin (5/8) pukul 16.00 WIB adalah Rp 13.515. Dalam periode sejak akhir tahun lalu, alias year to date (ytd), nilai rupiah itu sudah melemah 9,09%. Rupiah pada 31 Desember 2014 adalah Rp 12.388.

Kalau dalam periode year on year (yoy), rupiah melemah 15,53%. Nilai tukar rupiah pada 5 Agustus 2014 adalah Rp 11.698.

Strategi bertahan

Produsen obat memprediksi rupiah masih akan melemah di semester II ini. Dus mereka tak berani pasang target muluk. PT Kalbe Farma Tbk misalnya, hanya mengincar pertumbuhan kinerja 6%-7%.

Jika target maksimal Kalbe Farma  terpenuhi, penjualan akhir tahun nanti Rp 18,83 triliun. Sebagai catatan, penjualan Kalbe Farma di 2014 adalah Rp Rp 17,36 triliun.

Kalbe Farma berstrategi dengan mengombinasi portofolio bisnis agar tak melulu mengandalkan bisnis obat. Dus, Kalbe Farma belum berencana menaikkan harga jual obat dalam waktu dekat. "Kami menggunakan product mix strategies untuk mengurangi dampak tersebut," kata Vidjongtius, Direktur Keuangan dan Sekretaris Korporasi PT Kalbe Farma Tbk.

Sementara Indofarma memilih menyusun strategi jangka panjang. Perusahaan pelat merah itu menargetkan bisa memproduksi obat dengan bahan baku lokal. "Antibiotik golongan cephalosporin sudah bisa diproduksi dengan bahan baku lokal di tahun 2020," harap Yasser.

Indofarma sudah mulai menyiapkan rencana pembangunan pabrik tersebut. Sayangnya, manajemen perusahaan belum mau membeberkan detail rencana mereka. Yang pasti, rencana Indofarma itu adalah buah dorongan pemerintah agar perusahaan farmasi lokal memenuhi kebutuhan bahan baku sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×