Reporter: Mona Tobing | Editor: Edy Can
JAKARTA. Meski harga jagung menurun, pengusaha pakan ternak cemas terhadap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Mereka menghitung pelemahan nilai tukar mata uang Garuda ini bakal mengerek ongkos produksi.
Ketua Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI) Anton Supit beranggapan, penurunan harga jagung di pasar internasional tidak terlalu besar. Harga impor jagung turun Rp 1.000 per kilogram menjadi Rp 4.000 kilogram.
Tingginya ongkos produksi pakan ternak juga karena bea masuk. Anton mengatakan, pengusaha harus menanggung bea masuk jagung impor. "Kenaikan BBM pekan lalu juga membuat harga jagung tetap tinggi," katanya, Selasa (10/3).
Karena itu, Anton mendesak pemerintah segera merealisasikan rencana penanaman jagung 1 juta hektare untuk mengurangi ketergantungan impor. Ia menghitung jika ada tambahan 1 juta hektare lahan baru maka ada tambahan jagung sebesar 5 juta ton. Dari hasil tersebut, produksi jagung nasional justru akan suprlus hingga 2 juta ton.
Tahun ini, pengusaha pakan ternak membutuhkan jagung sebesar 8 juta ton sampai 8,5 juta ton. Kebutuhan jagung ini naik dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 7,5 juta ton. Kenaikan ini dipacu bertambahnya pabrik pakan ternak. Catatan saja, pada 2014 lalu ada tambahan lima pabrik pakan ternak baru.
Nah, pada kuartal satu ini Gabungan Pengusaha Pakan Ternak (GPMT) merekomendasikan impor jagung untuk pakan ternak sebanyak 900.000 ton sampai 1 juta ton. Sementara kebutuhan pakan ternak selama tiga bulan dari Januari sampai Maret diprediksi berkisar 2 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News