Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Kebutuhan bahan baku tambang yang begitu besar membuat pabrikan aluminium asal Rusia, Rusal, berminat membangun pengolahan hasil tambang atau smelter di Indonesia.
Rencananya, salah satu produsen aluminium terbesar di dunia itu bakal menginvestasikan dana US$ 2 miliar untuk membangun smelter alumina, sebuah tahapan produksi bauksit menjadi aluminium. Rencananya, smelter atau pabrik pengolahan itu akan dibangun di Kalimantan Barat dengan menggandeng perusahan tambang plat merah PT Aneka Tambang Tbk.
Untuk memastikan agenda ini, delegasi Rusal yang dipimpin Chief Executive Officer Rusal, Oleg Deripaska, baru-baru ini sudah mengadakan pembicaraan dengan sejumlah pihak. Misalnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, Menko Perekonomian, Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, dan beberapa calon mitra lokal, selain Aneka Tambang.
Menurut salah seorang delegasi Rusal, saban tahun, pabrik Rusal yang ada di Siberia Timur membutuhkan setidaknya 5 juta ton alumina, bahan baku membuat aluminium, dari kawasan Pasifik untuk memenuhi kebutuhan operasional produksi. Sekitar 800.000 ton per tahun dipasok dari Australia.
Lewat lawatan ini, Rusal berharap bisa mendapatkan pasokan alumina dari Indonesia. Yang dibutuhkan terutama adalah bauksit yang akan diubah menjadi alumina. Asal tahu saja, saban tahun, Indonesia mengekspor sekitar 40 juta ton bauksit.
Hebatnya, selama ini, harga bauksit ekspor dari Indonesia terbilang murah, yakni sekitar US$ 50 per ton. Sebagian besar bauksit diekspor ke China. Dari sana, bahan itu diolah lagi menjadi aluminium dan dijual ke negara lain, termasuk Indonesia.
Selain mencari pemasok bauksit, Rusal juga akan menjajaki kerjasama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Tujuannya untuk mendapatkan bahan baku dari perusahaan ini. Namun, Rusal tidak akan membeli saham Inalum, melainkan dengan skema kerjasama. Misalnya, dengan membantu perbaikan peralatan produksi Inalum.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara, Dede I Suhendar, menyambut baik keinginan Rusal untuk berinvestasi di Indonesia. Apalagi, rencana membangun smelter itu sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi ekspor bahan mentah tambang. "Sejak 2014, semua produk mineral dan batubara harus diekspor dalam bentuk produk olahan," tuturnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), Ladjiman Damanik, juga menyambut baik rencana Rusal. Hanya saja, ia mendesak pemerintah lebih mendukung investor. "Pemerintah perlu memberi insentif yang lebih agresif atau progresif," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News