Reporter: Handoyo | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Perusahaan perkebunan PT Sampoerna Agro Tbk sedang mempersiapkan penambahan lahan tertanam baru untuk perkebunan yang dimilikinya, yaitu kelapa sawit, karet dan sagu. Untuk mendukung langkah ekspansi tersebut, emiten yang berkode saham SGRO ini telah menyiapkan belanja modal atau (capital expenditure/capex) Rp 1 triliun pada tahun ini.
Michael Kusuma, Kepala Hubungan Investor PT Sampoerna Agro Tbk mengatakan, tahun ini perusahaannya berencana menambah lahan tertanam baru sawit seluas 5.000-10.000 hektare (ha), karet seluas 2.000-3.000 ha dan untuk sagu sekitar 1.000 -2.000 ha. "Keinginan atau target management ingin ekspansi sebanyak mungkin," kata Michael beberapa waktu lalu.
Dari total belanja modal yang telah direncanakan Smapoerna Agro tersebut, prioritas untuk pengembangan disektor kelapa sawit. Pasalnya, perusahaan masih fokus pada bisnis sawit. Nah, untuk pengembangan bisnis sawit ini, kata Michael SGRO bakal menggelontorkan 80% dari total belanja modal tahun ini.
Saat ini Sampoerna Agro telah memiliki perbendaharaan lahan atau land bank khusus untuk perkebunan sawit seluas 250.000 ha. Hingga kuartal III-2013, luas lahan yang sudah tertanami mencapai 120.000 ha.
Sedangkan realisasi penanaman pohon sagu hingga kuartal III-2013 baru mencapai 1.200 ha. Dengan demikian, luas areal tertanam untuk perkebunan sagu milik SGRO hampir mencapai 10.000 ha.
Catatan saja, Sampoerna Agro memiliki izin untuk membuka lahan perkebunan sagu seluas 21.000 ha yang berlokasi di Selat Panjang, Kepulauan Meranti, Riau.
Kepemilikan lahan perkebunan karet SGRO tidak lepas dari kesuksesan dua anak usahanya yakni PT Sungai Menang dan PT Pertiwi Lenggara Agromas yang mengakuisisi 100% saham PT Hutan Ketapang Industri senilai US$ 7,8 juta dari PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk dan PT Nusa Bhakti Jayaraya. Luas perkebunan karet yang dimiliki SGRO mencapai 102.000 ha.
Menurut Michael, biaya penanaman pohon baru khusus untuk kelapa sawit dan karet terus meningkat. Ia mencontohkan, saat ini biaya penanaman untuk sawit dapat mencapai Rp 55 juta hingga Rp 60 juta untuk setiap hektarenya. Padahal pada tahun 2007 hingga 2008, biaya tersebut masih berada di kisaran Rp 30 juta per ha.
Selain gencar menambah lahan tertanam baru untuk sawit, SGRO kini juga tengah menyelesaikan pembangunan satu pabrik kelapa sawit di Kalimantan yang berkapasitas 30 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Pabrik tersebut diperkirakan beroperasi pada semester II-2014.
Dengan tambahan satu pabrik tersebut, maka SGRO akan memiliki tujuh pabrik. Kapasitas produksinya akan meningkat dari 455 ton per jam menjadi 485 ton per jam. "Pabrik kelapa sawit itu masih dalam proses pembangunan," kata Michael.
Produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) SGRO pada 2013 juga tidak sebaik tahun sebelumnya. Kemarau basah yang melanda sejak awal tahun hingga pertengahan tahun membuat produksi CPO tahun lalu merosot. Makanya, SGRO memproyeksikan produksi CPO tahun 2013 bakal lebih rendah sekitar 20%-25% ketimbang tahun 2012. Berdasarkan catatan KONTAN pada 2012 lalu produksi CPO Sampoerna Agro mencapai 351.000 ton.
Tetapi tahun ini perusahaan tersebut optimistis produksi minyak sawitnya bakal kembali terkerek. SGRO menargetkan produksi CPOnya mencapai 1,7 juta ton. "Tahun 2014 cukup optimistis, anomali sudah mulai berkurang dan profil kebun baik tahun ini," ujar Michael.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News