Reporter: Umi Kulsum | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN) masih harap-harap cemas menunggu kepastian kebijakan Badan Pengusahaan (BP) Batam atas tarif sewa lahan alias uang wajib tahunan otorita (UWTO). Kejelasan tarif itu akan mempengaruhi kelanjutan rencana investasi mereka di Batam
Praktis di tengah ketidakpastian, produsen komponen elektronik yang bermarkas di Batam ini tak bisa berbuat banyak. "Kalau kelamaan mungkin mitra bisnis kami bisa kabur, siapa yang bisa menjamin," keluh Smailly Andy, Investor Relation PT Sat Nusapersada Tbk saat dihubungi KONTAN, Kamis (17/11).
Sat Nusapersada memang khawatir dengan dampak negatif atas kenaikan sewa lahan tersebut. Menurut mereka, kenaikan itu akan semakin memberatkan total tanggungan pajak yang harus mereka bayar. Pajak lain yang harus dibayar misalnya pajak bumi dan bangunan (PBB).
Sementara itu, sistem kepemilikan tanah di Batam bukan hak milik, tapi hak guna. "Jadi setelah bayar UWTO 30 tahun sekali tersebut, misalnya tahun 1980 kami bayar, tahun ini sudah dikenakan lagi, itu ada kenaikan sampai 10 kali lipat, siapa investor yang mau melirik Batam kalau seperti ini," ujar Smailly.
Sat Nusapersada yakin, bukan cuma pihaknya yang menjerit. Lebih jauh, perusahaan yang tercatat dengan kode saham PTSN di Bursa Efek Indonesia tersebut memprediksi industri di Batam ke depan tak akan kompetitif pasca UWTO dinaikkan.
Hingga kuartal III 2016, Sat Nusapersada mencetak pendapatan US$ 61,39 juta atau turun 9,16% ketimbang kuartal III 2015. Sementara laba tahun berjalan menyusut 39,88% menjadi US$ 151.434.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News