Reporter: Dadan M. Ramdan, Mimi Silvia, Anastasia Lilin Y, Umar Idris | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Jumlah pelanggan ke empat golongan pelanggan ini hanya 461.316 pelanggan atau 0,92% dari total pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mencapai 49,79 juta. Tapi, mereka menyedot 15.745,52 megavolt ampere (MVA) atawa 18,76% dari total daya tersambung PLN yang sebesar 83.897,74 MVA.
Meski begitu, pelanggan-pelanggan kaya ini masih menikmati kucuran subsidi listrik dari pemerintah. Subsidi setrum yang masih mengalir ke mereka itulah yang membuat kantong pemerintah terkuras.
Itu sebabnya, mulai 1 Oktober 2013 lalu, pemerintah mencabut subsidi untuk keempat golongan pelanggan tersebut. Pertama, rumahtangga besar (R3) dengan daya 6.600 VA ke atas. Jumlah pelanggan ada 14.439 pelanggan dan daya tersambungnya 1.940,48 MVA. Kedua, kedua, bisnis menengah (B2) berdaya 6.600 VA-200.000 VA. Total pelanggannya 314.601 berdaya 6.722,47 MVA.
Ketiga, bisnis besar (B3) berdaya di atas 200 kilovolt ampere (kVA). Pelanggannya memang hanya 5.198 pelanggan, tapi daya tersambungnya mencapai 6.056,63 MVA. Keempat, kantor pemerintah sedang (P1) berdaya listrik 6.600 kVA–200.000 kVA, dengan jumlah pelanggan 127.078 dan daya tersambung 1.025,94 MVA.
Pemerintah menilai, keempat golongan pelanggan itu mampu membayar tarif listrik sesuai nilai keekonomiannya. Dan, kebijakan pencabutan subsidi ini sudah mendapat restu dari Badan Anggaran DPR saat rapat kerja membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2014 pada September lalu.
Nantinya, subsidi yang selama ini mengalir ke empat golongan pelanggan itu akan dialihkan antara lain untuk membangun infrastruktur, jaringan listrik pedesaan, dan transmisi listrik. “Akan ada penyebaran subsidi,” kata Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Tapi, Jarman belum bisa menyebutkan, berapa angka penghematan subsidi setelah pencabutan subsidi untuk keempat golongan pelanggan itu.
Satya Wira Yudha, anggota Komisi Energi (VII) DPR, bilang, subsidi bagi rumahtangga dan bisnis menengah atas menjadi tidak fair bagi masyarakat Indonesia. “Jadi memang subsidi listrik bagi mereka harus dihapuskan,” imbuh anggota Fraksi Partai Golkar ini.
Bambang Dwi, juru bicara PLN, menjelaskan, dengan pencabutan subsidi tersebut, berarti tarif yang berlaku pada keempat golongan pelanggan itu adalah tarif sesuai dengan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. Selama ini, mereka membeli listrik sebesar Rp 1.004 kilowatt hour (kWh), sedang BPP listrik mencapai Rp 1.300 per kWh. Itu berarti, keempat golongan tadi menikmati subsidi Rp 296 per kWh. Bahkan, “Sebagian ada yang menikmati tarif Rp 980 per kwh,” kata Bambang.
Hanya, Nur Pamudji, Direktur Utama PLN, mengungkapkan, sejatinya keempat golongan pelanggan ini tetap menikmati subsidi listrik, kalau terjadi perubahan BPP listrik akibat kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan pelemahan nilai tukar rupiah. “Empat golongan itu tidak akan menerima subsidi bila realisasi ICP dan kurs sama dengan asumsi di APBN,” ungkap dia.
Catatan saja, dalam APBN Perubahan 2013, pemerintah mematok ICP sebesar US$ 108 per barel dan nilai tukar rupiah Rp 9.600 per dollar Amerika Serikat (AS). Celakanya, ratarata kurs rupiah saat ini berada di level US$ 9.800 per dollar AS. Tapi untungnya, rata-rata ICP masih di bawah target, yakni US$ 105,77 per barel.
Pengusaha keberatan
Sontak, rencana pemerintah mencabut subsidi untuk golongan pelanggan bisnis menengah dan besar menuai protes dari kalangan pengusaha. Satria Hamid Ahmadi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), menyatakan keberatan dengan pencabutan subsidi listrik itu.
Alasannya, dengan pencabutan subsidi listrik ditambah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan upah buruh menyebabkan beban operasional semakin besar. “Dampaknya, harga jual produk bisa naik antara 15% sampai30%,” ungkap Satria.
Head of Public Affairs Carrefour Indonesia ini membeberkan, biaya listrik menyumbang 20% terhadap ongkos produksi, sedangkan upah 40% dan distribusi 30%. Sehingga, pencabutan subsidi listrik semakin memukul sektor ritel. “Lebih jauhnya berdampak pada daya beli masyarakat karena harga barang makin tinggi,” katanya.
Setyardi Surya, Direktur PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk, pun mengamini. Pencabutan subsidi listrik mengancam pertumbuhan bisnis perusahaannya. Namun, Ramayana tidak bisa berbuat banyak jika pemerintah dan DPR sudah memutuskan kebijakan itu. “Kami berusaha mengikuti ketentuan pemerintah soal penyesuaian tarif listrik,” ujar dia.
Alhasil, Satria menambahkan, perusahaannya terpaksa melakukan efisiensi untuk menekan ongkos produksi akibat pencabutan subsidi listrik. Tapi, “Kalau mengurangi jam operasional, kemungkinan kami tak seekstrem itu,” tegasnya.
Cuma ujung dari pencabutan subsidi listrik bagi pelanggan kaya tersebut adalah masyarakat luas juga yang kena efeknya. Harga-harga pada naik.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 2 - XVIII, 2013 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News