Reporter: Maria Elga Ratri | Editor: Fitri Arifenie
JAKARTA. Ratusan peternak unggas dari berbagai daerah mendatangi kantor Kementrian Pertanian. Kompak, mereka melakukan aksi unjuk rasa, Selasa (3/12).
Dalam aksi itu, para peternak meminta pemerintah untuk segera menentukan harga patokan ayam sekaligus mengontrol suplai bibit ayam alias day old chicken (DOC). Pasalnya, tiga bulan belakangan, harga ayam sudah berada di bawah harga produksi.
Dampaknya, para peternak pun merugi. Di wilayah Banjar, Kalimantan semisal, harga ayam hidup di tingkat peternak hanya Rp 8.000 per kilogram (kg). Bahkan di Makassar, harga ayam hidup di tingkat petani hanya Rp 6.000 per kilo. Dengan biaya produksi mencapai Rp 17.000 per kg, para peternak ini merugi.
Harga rata-rata nasional Rp 13.500 per kg bobot hidup tampaknya juga belum mampu menutup ongkos produksi para peternak.
Penurunan harga ayam terjadi karena pasokan ayam berlimpah lantaran tidak ada kontrol pasokan DOC. Celakanya, ongkos tak bisa diirit lantaran harga pakan naik, lantaran pelemahan rupiah. Maklum, sebagian bahan pakan ayam masih diimpor.
Peternak berharap, adanya penetapan harga patokan ayam, yakni ada batas atas dan batas bawah, baik konsumen maupun peternak tidak dirugikan. "Harapan kami, harga jual ayam hidup harus di atas harga pokok produksi. Jika di bawah, kami bangkrut," tandas Katman, koordinator aksi dari Peternak Unggas Nusantara.
Jika kondisi ini terjadi, para peternak jelas harus menanggung kerugian sendiri.
Jodi, peternak ayam asal Bekasi minta agar perusahaan peternak besar mengerem produksi DOC. "Boleh bikin DOC besar-besar, tapi targetnya harus ekspor," kata Jodi.
Adapun Hartono, Ketua Umum Pusat Informasi Pasar Unggas Nasional (Pinsar) meminta agar ada kontrol jumlah DOC. Jika suplai berlebih, stok ayam hidup (live bird) melimpah. "Perkiraan kami terjadi over supply antara 5% sampai 15% tergantung tiap daerah," jelas Hartono.
Panggil 20 perusahaan
Untuk mengontrol peredaran DOC, Kementrian Pertanian (Kemtan) berjanji akan memanggil sekitar 20 importir bibit indukan ayam atawa grand parent stock (GPS). Selain itu, Kemtan juga akan meminta mereka menekan suplai DOC.
"Kami tidak ingin kelangsungan peternak ini tergoncang karena harga turun," ujar Fauzi Lutan Direktur Budidaya Ternak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ia bilang, selama ini pemerintah tidak mengatur harga patokan. Pembentukan harga ayam diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Sehingga satu-satunya cara untuk mencegah supaya harga di tingkat peternak tidak jatuh adalah mengatur suplai.
Menurut dia, impor GPS di tahun ini lebih dari cukup. Tak heran jika terjadi over supply DOC. Apalagi, setiap satu GPS bisa menghasilkan kurang lebih 40 ayam parent stock (PS) yang akan menghasilkan day old chicken (DOC).
Data Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) menunjukkan data impor GPS tahun ini meningkat. Tahun lalu, impor GPS sebesar 571.000 ekor. Tahun ini diperkirakan impor GPS bisa mencapai 650.000 ekor. Periode Januari hingga November, realisasi impor bibit indukan ayam potong sudah mencapai 574.932 ekor.
Sementara itu, produksi DOC juga terus meningkat. Mengutip data Kemtan, tahun lalu produksi DOC sekitar 1,8 miliar ekor ayam.
Sedangkan di tahun 2014 ini, produksi DOC meningkat menjadi 2,2 miliar ekor ayam. Diperkirakan, tahun depan produksi DOC akan kembali naik yakni mencapai sekitar 2,5 miliar ekor. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News