kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   13.000   0,91%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Taiwan Tarik Indomie Dari Pasar Karena Zat Pemicu Kanker. Ini Tanggapan Bos Indofood


Rabu, 26 April 2023 / 15:09 WIB
Taiwan Tarik Indomie Dari Pasar Karena Zat Pemicu Kanker. Ini Tanggapan Bos Indofood
ILUSTRASI. Taiwan Tarik Indomie Dari Pasar Karena Zat Pemicu Kanker. Ini Tanggapan Bos Indofood


Reporter: kompas.com | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Dua produk mi instan dari Indonesia dan Malaysia yang dijual di Taipei, Taiwan, ditemukan mengandung zat pemicu kanker atau zat karsinogenik. Mi instan asal Indonesia tersebut adalah Indomie. Berikut tanggapan manajemen Indofood sebagai produsen Indomie.

Departemen Kesehatan Taipei mengumumkan hal tersebut pada Senin (24/4/2023), saat merilis hasil pemeriksaan mi instan yang tersedia di ibu kota Taipei pada tahun 2023.

Dalam sebuah pernyataan, Departemen Kesehatan Taipei mengatakan telah menemukan sejumlah "Ah Lai White Curry Noodles" dari Malaysia dan sejumlah "Indomie: Rasa Ayam Spesial" dari Indonesia sama-sama mengandung etilen oksida, senyawa kimia yang terkait dengan limfoma dan leukemia.

Limfoma adalah kanker yang memengaruhi kelenjar getah bening, sedangkan leukemia adalah kanker yang memengaruhi darah dan sumsum tulang. Dikutip dari Focus Taiwan, berdasarkan hasil pengujian, Departemen Kesehatan Taiwan mengungkapkan, etilen oksida terdeteksi pada mi dan paket bumbu di produk mi instan asal Malaysia.

Baca Juga: Apa Kegunaan Etilen Oksida dan Bahayanya Bagi Kesehatan?

Tanggapan Indofood

Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang angkat bicara menanggapi ihwal dua produk mi instan dari Indonesia dan Malaysia yang dijual di Taipei, Taiwan, ditemukan mengandung zat pemicu kanker atau zat karsinogenik oleh Departemen Kesehatan Taipei.

Franciscus mengatakan, pihaknya selalu mengikuti persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh negara pengimpor sebelum mengirim produk. Hal ini sesuai dengan prinsip perusahaannya.

Bahkan, lanjut dia, pihaknya juga patuh akan persyaratan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh BPOM. "Pada prinsipnya kita mengikuti prasyarat dan ketentuan BPOM dan juga standar badan kesehatan negara pengimpor," ujar Franciscus Welirang saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/4/2023).

Sayangnya, Franciscus masih belum banyak bicara soal temuan tersebut. Namun, dia memastikan bahwa pihaknya masih akan terus menyelidiki temuan tersebut.

BPOM diminta audit Indofood

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Badan POM (BPOM) harus segera melakukan audit dan investigasi atas penemuan mi instan mengandung zat pemicu kanker atau zat karsinogenik oleh Departemen Kesehatan Taipei.

Ketua Pengurus Harian Tulus Abadi mengatakan, dengan dilakukannya investigasi terhadap penemuan tersebut juga bisa memastikan apakah mi instan yang dijual di Taiwan juga beredar di Indonesia dan mengandung cemaran etilen oksida. "Atau produk ekspor itu terjadi kontaminasi zat karsinogenik ketika diproduksi di Indonesia. Tapi BPOM harus pastikan apakah ini ekspor saja atau beredar di Indonesia?" ujar Tulus Abadi kepada media, Selasa (25/4/2023).

Menurut Tulus, kalaupun nanti hasil audit Badan POM menyebutkan mi instan yang mengandung cemaran etilen oksida itu tidak ada di Indonesia, BPOM juga harus memastikan produk yang ada di dalam negeri aman dikonsumsi.

Lebih lanjut Tulus mengatakan, hingga saat ini Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berada di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida (EtO) dan 2-Kloroetanol (2-CE).

Namun, pedoman yang diterbitkan organisasi tersebut pada tahun 2019 mengatakan apabila belum ada maksimum level dari suatu kontaminan, maka digunakan batas maksimum kontaminan sebesar 0,001 mg/kg atau 1 mikrogram/kg.

Setiap negara menerapkan aturan batas maksimum residu etilen oksida yang berbeda-beda. Singapura, misalnya, menetapkan residu etilen oksida pada rempah-rempah tidak boleh melebihi 50 parts per million atau ppm. Sedangkan di Amerika Serikat batas maksimalnya 7 ppm dan di Uni Eropa 0,1 ppm.

Menurut Tulus Abadi, meskipun ada perbedaan standar, jangan sampai parameter yang berlaku di Indonesia tertinggal dari negara lain. "Karena temuan-temuan suatu zat berbahaya kan terus berkembang. Bis saja suatu ketika tidak dinyatakan bahaya, tapi karena ada temuan baru dianggap berbahaya," kata Tulus Abadi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Taiwan Sebut Indomie Rasa Ayam Spesial Mengandung Zat Pemicu Kanker, Bos Indofood Buka Suara", dan "YLKI Minta BPOM Audit dan Investigasi Produk Indomie yang Ditarik Taiwan"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×