Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Hasrat pemain aplikasi transportasi mendapat kesetaraan dalam menjalankan bisnis transportasi di dalam negeri mulai mendapat lampu hijau. Pemerintah lewat Kementerian Perhubungan sudah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Tidak Dalam Trayek.
Salah satu aturan dari beleid tersebut adalah soal penentuan tarif yang kerap menjadi pemicu pertentangan antara angkutan resmi seperti taksi konvensional dengan aplikasi transportasi seperti Grab atau Uber.
"Penentuan tarif mengacu pada argometer yang sudah diterapkan serta ada tarif batas atas dan batas bawah," kata Pudji Hartanto Iskandar, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemhub), kepada jurnalis, Jumat (22/4).
Nanti, tarif aplikasi transportasi yang disebut angkutan sewa berbasis teknologi informasi (TI) ini bakal mengikuti aturan untuk taksi konvensional yang sudah berlaku. Lewat kebijakan ini, pemerintah berupaya menciptakan kesetaraan antara angkutan sewa di bawah aplikasi dengan taksi biasa yang sudah beroperasi.
Menurut Pudji, pemerintah menempuh langkah ini supaya ada kesetaraan. "Intinya supaya tidak menimbulkan kecemburuan dari pemain transportasi yang lain," timpal dia.
Alhasil, dengan adanya ketentuan ini yang bakal berlaku mulai September nanti, tarif promosi yang kerap ada di beberapa aplikasi transportasi bakal hilang. Berarti, tarif aplikasi transportasi, seperti Grab atau Uber akan sama dengan perusahaan taksi konvensional yang lain.
Koperasi Jasa Trans Usaha Bersama (KJTUB), mitra Uber Indonesia menilai, pemerintah melanggar aturan sendiri bila menentukan besar tarif Uber sebagai angkutan sewa dan angkutan non-trayek. "Kami ini bukan taksi tapi angkutan sewa yang menggunakan aplikasi online. Sesuai Permen itu, penetapan tarif hanya untuk taksi yang bermahkota," kata Sekretaris Jenderal KJTUB, Musa Emyus kepada KONTAN, Jumat (22/4).
Menurut dia, dengan keluarnya aturan ini sejumlah anggota Uber mulai goyah. Terutama yang menjadikan pekerjaan supir Uber sebagai pekerjaan sambilan. Salah satu faktor pendorongnya adanya aturan balik nama STNK menjadi nama koperasi.
"Banyak anggota yang komplain. Ini, kan, mobil saya, kenapa diganti nama jadi koperasi," kata dia. Maka itu, KJTUB sedang membuatkan aturan agar mereka bisa mengembalikan BPKB dan STNK ke nama anggota bila sudah berhenti menjadi pengemudi.
Meski memprotes keputusan tersebut, Musa berkata bahwa pihaknya bakal mematuhi aturan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News