Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Memasuki tahun ke-12 penyelenggaraannya, Asian Power Awards menobatkan PLTU Cirebon sebagai Coal Power Project of The Year tahun ini. Penghargaan bergengsi dalam industri listrik ini, telah menganugerahi penghargaan tahunan sejak 2004 kepada ratusan pelaku industri energi terbaik di kawasan Asia.
Heru Dewanto, Vice President Director PT Cirebon Electric Power (PLTU Cirebon) dan President Director of PT Cirebon Energi Prasarana, menekankan pentingnya teknologi batubara bersih untuk Indonesia. Penghargaan ini mendorong PLTU Cirebon untuk terus berkomitmen mendukung Indonesia menerapkan keseimbangan antara kebutuhan akan energi dan pembangunan berkelanjutan. "Untuk negara seperti Indonesia, inilah isu utama, dan teknologi batubara bersih adalah solusinya,” kata Heru dalam keterangan resminya, Selasa (27/9).
Penghargaan ini juga semakin meneguhkan komitmen PLTU Cirebon untuk membangun negeri melalui pengembangan infrastruktur kelistrikan yang berkesinambungan. Sejatinya teknologi pengembangan pembangkit listrik dunia saat ini terus beralih ke teknologi batubara bersih. Negara-negara maju belum lama ini menegaskan dukungan mereka terhadap PLTU, selama menggunakan teknologi batubara bersih. Diantara lebih dari 5.000 pembangkit listrik berteknologi subcritical.
Indonesia hanya memiliki dua PLTU dengan teknologi batubara bersih. Salah satunya adalah PLTU Cirebon yang berkapasitas 660 MW. PLTU Cirebon beroperasi sejak 2012, dan telah menerangi lebih dari 600.000 rumah tangga. PLTU Cirebon berdiri di lahan seluas 107 hektare (ha) di Desa Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Dalam waktu dekat, PLTU Cirebon tahap dua akan beroperasi dengan kapasitas 1.000 MW di lahan milik pemerintah seluas 204 ha.
Dengan teknologi batubara bersih, PLTU Cirebon mampu memproduksi listrik dengan penggunaan batubara yang lebih sedikit, menghasilkan emisi lebih rendah, dan mengelola limbah industri dengan lebih baik. PLTU ini menghasilkan jumlah abu sisa pembakaran yang lebih sedikit, berkat fasilitas pembuangan dengan teknologi terkini. Seluruh abu sisa pembakaran yang dihasilkan, setiap harinya dibawa ke pabrik semen terdekat untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen. Sehingga, bak penampungan abu selalu dalam kondisi kosong.
Agar debu batubara tidak merusak lingkungan, PT Cirebon Electric Power memasang wind breaker setinggi 13 meter di sekitar area penampungan batubara. Selain itu juga ditanam tiga lapis pohon untuk memaksimalkan fungsi Wind Breaker. Sementara, menara pendingin dibangun agar air yang dibuang kembali ke laut tidak mengalami peningkatan suhu lebih dari 2 derajat Celcius. Bahkan suhu air yang dialirkan dari PLTU Cirebon, tidak ada perbedaan dengan suhu air laut.
Krisis listrik
Dalam 50 tahun terakhir, Indonesia menghasilkan listrik 55.000 MW untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan perekonomian menyebabkan kebutuhan listrik Indonesia naik hampir 9% per tahun. Hingga 2019, dibutuhkan tambahan kapasitas sebesar 35.000 MW. Apabila hal ini tidak terpenuhi, maka krisis listrik akan berujung pada pemadaman di berbagai daerah.
Konsumsi energi Indonesia akan meningkat sebesar 30% hingga 2020. Hampir 40% dari peningkatan ini berasal dari konsumsi sektor industri. Sektor industri adalah salah satu penyokong utama dari perekonomian Indonesia. Artinya, apabila sektor industri tidak didukung infrastruktur yang mencukupi, maka laju perekonomian akan melambat dan ratusan juta rakyat Indonesia akan merasakan dampaknya.
Tahun 2024, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai angka 284 juta jiwa, dengan proyeksi kebutuhan listrik sebesar 74.000 Megawatt. Saat ini, pasokan listrik Indonesia terendah di Asia. Pemerintah hanya mampu memasok 210 MW kepada setiap warga, jauh dibawah standar regional sebesar 500 MW per orang. Sebagai perbandingan, angka pasokan listrik Thailand berada di level 802 MW per orang, Malaysia 982 MW per orang, dan Singapura 2.028 MW per orang.
Akibatnya, masih ada sekitar 40 juta jiwa rakyat Indonesia belum menikmati listrik. Tak ayal, separuh desa di Indonesia dan 4.000 pulau berpenghuni masih gelap. Untuk itulah, Pemerintah Jokowi-JK meluncurkan program 35.000 MW tahun 2015. Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 5.000 Pembangkit Listrik dengan Kapasitas total 55.000MW.
Cuma, sebagian besar diantaranya masih menggunakan subcritical technology, sehingga konsumsi batubara tinggi, emisi gas buang tinggi, dan penanganan limbah industri seringkali belum memenuhi standar. Inilah yang menyebabkan PLTU Batubara dinilai merusak lingkungan. Sejumlah pihak mendorong peralihan ke energi terbarukan, seperti yang dilakukan negara-negara lain. Namun biaya pengembangan renewable energy mencapai empat lipat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News