Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
JAKARTA. PT Timah (Persero) Tbk. tampaknya cukup serius dalam mendiversifikasi usaha diluar penambangan logam timah. Perusahaan pelat merah ini siap menginvestasikan dana Rp 20 miliar untuk pembangunan mini plant pengolahan mineral tanah jarang atawa rare earth dengan kapasitas produksi 40 kilogram (kg) - 50 kg per hari.
Tanah jarang adalah mineral yang bisa diolah menjadi bahan baku untuk kebutuhan industri elektronik dan komunikasi. Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan Timah mengatakan olahan tanah jarang nanti bakal diekspor. "Salah satunya, kami masih dalam tahap negosiasi dengan calon pembeli yakni produsen elektronik di Jepang," ujar Agung kepada KONTAN, Kamis, (6/3).
Saat ini Timah telah menyelesaikan tender engineering procurement and construction (EPC). Dalam waktu dekat perusahaan akan menetapkan pemenang tender untuk membangun mini plant pabrik pengolahan yang ada di Kawasan Industri Tanjung Ular, Bangka-Belitung.
Sejatinya, Timah telah lama melakukan penelitian untuk mengembangkan mineral hasil olahan pabrik pemurninan (smelter) timah batangan. Perusahaan pun telah menggelar kerjasama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) untuk masuk ke industri rare earth tersebut.
Dari hasil penelitian, terdaapat empat unsur kimia yang termasuk dalam mineral logam tanah jarang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Meliputi unsur Lanthanum (La), Cerium (Ce), Praseodymium (Pr), Neodymium (Nd).
Agung bilang, setelah menetapkan pemenang kontraktor, perusahaan berkode TINS di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini mengharapkan pembangunan pabrik bisa dimulai pada Kuartal II-2014. Proses konstruksi akan memakan waktu enam hingga delapan bulan. Nah, Bapeten dan Batan mendapat jatah sebagai peneyedia teknologi bagi pabrik ini.
Alhasil, perusahaan optimistis pabrik pengolahan mineral tanah jarang sudah dapat beroperasi di Kuartal I-2015 mendatang. Bahkan, Timah mengklaim akan menjadi pionir perusahaan pengembang mineral jenis ini di Tanah Air.
Tin slag Rp 40 miliar
Selain mengembangkan mini plant rare earth, Timah juga tengah bersiap mengelola lahan tambang timah yang dulu dimiliki PT Koba Tin, seluas 41.344,26 hektare (Ha) di Kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Selatan, Bangka-Belitung. Perusahaan sudah membentuk anak usaha yakni PT Timah Bemban Babel yang akan mengelola lahan tersebut.
Saat ini perusahaan masih menunggu keputusan pemerintah untuk penerbitan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) maupun izin usaha pertambangan khusus (IUPK). "Kami targetkan lahan eks Koba Tin bisa beroperasi tahun ini," ungkap Agung.
Sambil menunggu keputusan tersebut, perusahaanakan membantu penyelesaian tunggakan yang belum diselesaikan Koba Tin. Salah satunya pelunasan pesangon karyawan. Maklum, Timah juga mendekap saham Koba Tin sebesar 25%.
Dalam waktu dekat Timah juga akan membeli sisa hasil produksi pemurnian logam timah atawa tin slag milik Koba Tin. Jumlah tin slag mencapai sekitar 10 ton dengan harga lebih dari Rp 40 miliar. Bagi Koba Tin, transaksi tin slag bisa digunakan untuk melunasi pesangon karyawan.
Sementara bagi Timah sendiri, tin slag dapat dimanfaatkan kembali untuk bahan baku mini plant rare earth. "Jadi akan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi," kata Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News