Reporter: Azis Husaini, Diki Mardiansyah | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Presiden Joko Widodo memberikan warisan berharga bagi Freeport Indonesia menjelang lengser Oktober 2024. Warisan tersebut berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Seperti diketahui beberapa waktu lalu April 2024 lalu, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Chairman & CEO Freeport McMoran Inc Richard C. Adkerson.
Aturan itu memuluskan Freeport mendapatkan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia sampai dengan ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 1O (sepuluh) tahun.
Untuk mendapatkan IUPK ini, Freeport harus memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Pemerintah di antaranya memiliki fasilitas pengolahan dan permunian (smelter) dan menambah saham 10% kepada pemerintah (BUMN) menjadi 61% yang sebelumnya 51%.
PP yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo ini ditetapkan dan berlaku efektif pada 30 Mei 2024. Ketentuan perpanjangan IUPK Freeport termuat pada Pasal 195A dan Pasal 195B yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 195 (A)
IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 merupakan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
Adapun, penjelasan Pasal 195A yang dimaksud dengan "IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian" mengikuti ketentuan yang tercantum dalam surat keputusan IUPK Operasi Produksi dan termasuk perubahannya.
Pasal 195 (B)
(1) IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 ayat (1) yang merupakan perubahan bentuk dari KK sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat diberikan perpanjangan setelah memenuhi kriteria paling sedikit:
a. memiliki fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian terintegrasi dalam negeri;
b. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas Pengolahan dan/ atau Pemurnian;
c. sahamnya telah dimiliki paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) oleh peserta Indonesia;
d. telah melakukan perjanjian jual beli saham baru yang tidak dapat terdilusi sebesar paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total jumlah kepemilikan saham kepada BUMN;
e. mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara; dan
f. memiliki komitmen investasi baru paling sedikit dalam bentuk:
1. kegiatan eksplorasi lanjutan; dan 2. peningkatan kapasitas fasilitas pemurnian, yang telah disetujui oleh Menteri.
Keputusan pemerintah dalam memperpanjang kontrak izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) di Indonesia hingga 2061 dinilai tidak terlalu menguntungkan bagi Indonesia lantaran posisi Indonesia dianggap lemah di Freeport.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai, sebenarnya jauh lebih penting dan berharga jika Indonesia mampu menjadi pengendali dan menjadi pihak yang dapat mengambil keputusan untuk berdaulat atas korporasi ini dan pengelolaan tambang di Papua, dairpada memiliki saham mayoritas tetapi tidak bisa menjaid pengendali.
"Jadi Freeport ini "anak BUMN" namun rasanya bukan rasa BUMN dan bukan rasa Indonesia karena masih full rasa asing, sehingga pejabat kita masih betapa sibuk memfasilitasi Freeport dengan perpanjangan dan bahkan harus mengubah PP," kata Bisman beberapa Waktu lalu.
Senada, pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi memandang tidak ada urgensinya untuk memperpanjang kontrak Freeport hingga 2061. Sebab, semestinya kontrak dihabiskan terlebih dahulu kemudian baru ada pembicaraan mengenai perpanjangan kontrak.
Menurut Fahmy, pemberian kompensasi tambahan 10% saham meskipun pemerintah tidak mengeluarkan anggaran untuk itu, tetap tidak begitu menguntungkan bagi Indonesia.
"Misalkan penambahan 10% itu gratis tetapi kalau pemegang saham kendalinya tetap pada McMoran, biarpun kita memiliki total saham 71% pun tidak ada pengaruhnya dalam pemgambilan keputusan yang strategis," kata Fahmy kepada KONTAN, Rabu (3/4).
Apalagi, lanjutnya, Freeport meminta agar relaksasi ekspor konsentrat untuk tidal lagi diolah di dalam negeri dan tetap di luar negeri di mana ini adalah keputusan sepihak yang akan menguntungkan McMoran daripada MIND ID karena nilai tambahnya nanti McMoran yang akan menikmati. Padahal, jika di smelterkan di Indonesia, bisa menghasilkan tembaga, perak, dan emas.
Bentuk kompensasi dengan tambahan saham 10% dinilai tidak seimbang bagi Indonesia sebab hanya akan mendapatkan manfaat dividen saja, untuk penentuan arah kebijakan Freeport masih akan dikendalikan oleh pemegang saham kendali yaitu McMoran.
Ya memang ada manfaat berupa peningaktan deviden bagi pemerintah, namun Fahmy menyoroti bahwa pengambilan keputusan yang strategis Freeport justru yang akan lebih menguntungkan bagi bangsa Indonesia, Papua, MIND ID.
Selain itu, Fahmy pun menekankan bahwa pembahasan perpanjangan kontrak Freepot ini terlalu cepat dibahas. Pasalnya, menurut aturan perpanjangan kontrak bisa mulai dibahas paling cepat 5 tahun sebelum kontraknya berakir.
Adapun, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo mengatakan, saat ini baru ada wacana penambahan 10% saham lagi dan belum diduskusikan detail transaksinya bagaimana."Belum ada pembicaraan ke arah sana," ujar Dilo kepada KONTAN, Rabu (3/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News