kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   13.000   0,91%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Usul kenaikan Premium, Pertamina tak transparan


Senin, 14 Desember 2015 / 06:25 WIB
Usul kenaikan Premium, Pertamina tak transparan


Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Di tengah kondisi harga minyak dunia yang berada di angka terendahnya yaitu US$ 37,5 per barel, PT Pertamina (Persero) justru berniat mengusulkan ke Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), yaitu Premium.

Usulan tersebut mendapat tanggapan yang beragam. Menurut Ketua Komisi VII DPR RI Ramson Siagian, kenaikan Premium pada kondisi saat ini sangat tidak tepat karena mempersulit rakyat. Apalagi melihat harga premium yang sudah cukup tinggi yaitu Rp 7.400 per liter.

Ramson menambahkan, dengan melihat kondisi harga minyak dunia dan kurs dollar AS terhadap rupiah, maka harga keekonomian Premium saat ini adalah Rp 5.522 per liter.

"Harga Rp 5.522 itu harusnya sudah untung buat Pertamina, apalagi dengan harga Rp 7.400 seperti sekarang ini," kata Ramson saat Diskusi Energi Kita di Hall Dewan Pers pada Minggu (13/12).

Sementara, Direktur Energy Watch Ferdinand Hutahaean menilai pemerintah tidak konsisten dengan peraturan yang sudah dibuat. Ferdinand mengatakan dalam Perpres Nomor 91 Tahun 2014 tersebut ditulis bahwa pemerintah harus melakukan evaluasi harga BBM setiap enam bulan sekali.

"Pertamina tidak perlu usul, tinggal menunggu respon dan reaksi politik dari pemerintah. Jika sudah waktunya dievaluasi, ya evaluasi saja langsung," jawab Ferdinand.

Ferdinand mencurigai alasan Pertamina mengusulkan kenaikan harga Premium di saat harga minyak dunia sedang turun. "Apa untuk menutupi kerugian Pertamina selama ini?" tanyanya.

Kerugian yang selalu disebut-sebut Pertamina sebagai alasan untuk menaikkan harga premium, dinilai Ferdinand tidak transparan. Kerugian Pertamina ini tidak jelas berasal dari mana. "Apa mereka rugi karena menjual BBM atau rugi dari sektor lain," imbuhnya.

Setali tiga uang, Direktur Indonesian Resources Studies (IRSS) Marwan Batubara mengatakan hal semacam ini tidak perlu dijadikan perdebatan publik.

"Seandainya pemerintah bisa konsisten dengan peraturan, maka seharusnya tidak perlu ada kisruh seperti ini. Dan Pertamina seharusnya tidak perlu mengusulkan harga BBM karena wewenang ada di tangan pemerintah," jelas Marwan.

Ramson menegaskan, Pertamina harus menurunkan harga premium di angka Rp 6.500 per liter. Harga tersebut, lanjutnya, sudah termasuk kondisi harga minyak dunia terendah dan kurs dollar terhadap rupiah, seluruh biaya operasional dan pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×