kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Wacana BLU Batubara Ditolak DPR


Sabtu, 15 Januari 2022 / 07:45 WIB
Wacana BLU Batubara Ditolak DPR


Reporter: Filemon Agung | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menawarkan skema Badan Layanan Umum (BLU) batubara sebagai upaya menjamin pasokan untuk pembangkit listrik ke depan. Skema ini muncul bersamaan dengan polemik krisis pasokan batubara yang menghantui pembangkit listrik di awal tahun 2022.

Penolakan mulai muncul dari sejumlah pihak seputar wacana pemerintah menerapkan skema ini. Yang terbaru, Komisi VII DPR RI menyampaikan penolakan atas hadirnya skema ini.

Hal ini disampaikan langsung oleh sejumlah anggota komisi VII saat Rapat Kerja bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Kamis (13/1).

Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan, ketimbang memunculkan skema baru maka kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batubara yang telah ada sebaiknya diperkuat.

Ada dua poin yang menjadi dasar dalam penguatan kebijakan DMO saat ini yakni mekanisme pengawasan dan pengetatan sanksi bagi pelanggar.

"Kemarin kita sudah memastikan kita tidak menyepakati ada pendirian BLU," tegas Eddy ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (14/1).

Baca Juga: Ekonomi Membaik, Sederet Emiten Ini Diramal Bakal Tebar Dividen Lebih Besar

Eddy melanjutkan, mekanisme BLU pun belum teruji dan belum bisa terjamin dapat menjadi solusi. Lebih jauh, dikhawatirkan perubahan kebijakan justru berdampak pada timbulnya masalah baru lainnya.

Eddy menambahkan, demi menghindari kejadian krisis pasokan kembali terulang, pihaknya bakal segera memanggil para piohak terkait.

"Kita akan panggil para pihak, Direktorat Jenderal Minerba, PLN dan APBI agar mereka juga bisa saling kordinasi untuk cari solusi dan cegah kejadian terulang lagi," terang Eddy.

Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengungkapkan, gagasan pembentukan BLU untuk kemudian memberikan subsidi atas disparitas harga yang dibeli PLN tidaklah tepat. 

"Logika hukum terkait mengenai harga batubara dilempar ke harga pasar itu menciderai konstitusi dan UU Minerba," ungkap Redi.

Menurutnya, selama ini pun ketentuan DMO sudah cukup jelas yakni pemenuhan dalam negeri diutamakan. Selain itu, ketentuan soal harga pun juga telah diatur.

Menurutnya, pemerintah justru perlu memperkuat pengawasan. Apalagi, kuota DMO pun sudah cukup jelas yakni 25% dari rencana produksi yang disetujui dalam Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan batubara. Menurutnya, seharusnya pengawasan bisa dilakukan dengan merujuk pada ketentuan itu.

Menurutnya, pembentukan BLU justru berpotensi memberi beban baru dan tidak menyelesaikan persoalan pada permasalahan pasokan batubara.

"DMO bukan kewajiban kemarin sore, sudah bertahun-tahun lalu," kata Redi.

Menurutnya, pemerintah perlu menguatkan pengawasan terhadap komitmen DMO perusahaan dan lebih tegas dalam penerapan sanksi. Apalagi, menurutnya, skema BLU justru lebih menguntungkan bagi pelaku usaha ketimbang PT Perusahaan Listrik Negara.

Baca Juga: Usulan BLU DMO Batubara Mentok di DPR

Redi menambahkan, skema iuran dari pelaku usaha untuk menjadi subsidi bagi PLN berpotensi kian memberatkan keuangan perusahaan setrum pelat merah tersebut.

"Misalkan harga batubara turun jauh, jangankan untuk membayar iuran, untuk kemudian kebutuhan internal perusahaan saja kemudian sulit. Ini bisa jadi soal," ujar Redi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan, pihaknya menyambut baik usulan pemerintah untuk skema BLU.

Namun, APBI menilai memang perlu ada kajian komprehensif seputar skema baru ini. "Perlu dikaji lebih komprehensif melibatkan berbagai pihak termasuk pelaku usaha dan PLN," kata Hendra kepada Kontan, Jumat (14/1).

Hendra melanjutkan, pihaknya menerima kabar akan adanya pertemuan dengan pemerintah terkait hal ini. Untuk itu, mereka masih menunggu undangan dari pemerintah.

Sayangnya, Hendra belum merinci lebih jauh seputar poin-poin usulan yang kemungkinan bakal diajukan oleh APBI.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan, skema BLU nantinya bakal merujuk skema BPDPKS. Nantinya, perusahaan batubara bakal dikenakan pungutan yang dananya bakal dipakai untuk mendukung PLN.

Nantinya, PLN akan membeli harga batubara dengan harga pasar dan selisih harga yang timbul ditutup dengan pungutan dari perusahaan. "Nanti ada spesifikasi antara low dan high calori. Intinya akan dikenakan kewajiban itu. Akan dibentuk BLU untuk bisa kelola dana tersebut," kata Arifin.

Sebelumnya, Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan menjelaskan, harga patokan US$ 70 per ton tetap akan digunakan sebagai baseline untuk pembelian batubara. "Lagi dikerjakan, butuh 1 bulan sampai 2 bulan," terang Luhut ditemui di Kantornya, Rabu (12/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×