Reporter: Anastasia Lilin Y, Umar Idris | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Suasana lain tampak di Pasar Tanah Abang. Lebih-lebih di sepanjang Jalan Kebon Jati. Jika biasanya jalan ini sesak dengan pedagang kaki lima (PKL) dan antrean kendaraan yang mengular, kini suasana tersebut tak terlihat lagi.
Malah, saat KONTAN berkunjung Rabu, 14 Agustus 2013, tampak aksi kerja bakti yang melibatkan PD Pasar Jaya, Dinas Taman Kota, Dinas Kebersihan dan satuan polisi pamong praja (Satpol PP) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Kerja bakti meliputi pembersihan selokan, penataan taman di bundaran Jalan Kebon Jati dan perobohan lapak PKL.
Di antara riuh aksi bersih-bersih, Blok G menjadi bagian yang tak tertinggal. Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI menargetkan paling lambat 1 September, lantai dua dan lantai tiga gedung ini sudah dimanfaatkan para PKL eks Jalan Kebon Jati.
Kepala Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan DKI Jakarta Ratnaningsih bilang jumlah PKL Kebon Jati yang terdata 1.170 orang. Jumlah ini masih mungkin bertambah.
Pemprov memiliki misi, bakal menjadikan Blok G layaknya dua blok primadona lain di Pasar Tanah Abang, yakni Blok A dan Blok B. “Kami akan mengonsep supaya Blok G nanti juga bisa dibuat seperti Blok A dan Blok B sehingga Tanah Abang bisa menjadi pusat grosir yang menarik bagi orang lokal dan turis mancanegara,” beber Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
Pemprov malah memiliki agenda membikin jembatan penghubung antara Blok G dan Blok F. Dengan begitu, arus mobilisasi pembeli akan makin mudah dan kehawatiran dagangan tak laku, teratasi.
Khawatir tak laku
Untuk memfungsikan kembali gedung yang nyaris mati tersebut, PD Pasar Jaya menggarkan Rp 2 miliar. Direktur Keuangan dan Administrasi PD Pasar Jaya Alexander Yerris bilang penyedot dana terbesar adalah upah tenaga kerja. Sisanya untuk pengerjaan merekondisi gedung.
Namun tak semua PKL Kebon Jati seoptimistis Pemprov DKI. Rudi, PKL Kebon Jati, menilai ada dua tantangan yang bakal dihadapi para PKL eks Kebon Jati. Pertama, lantai dua dan lantai tiga Blok G tidak menarik bagi pembeli. Kedua, pedagang Blok G tidak akan bisa bersaing dengan para pedagang di Blok A dan Blok B yang memiliki kondisi gedung lebih bagus.
Padahal, tak semua pedagang bisa berdagang di dua blok paling ramai tersebut lantaran ongkos sewa mahal. Sebagai perbandingan, ongkos sewa di Blok A dan Blok bisa sampai Rp 150 juta per tahun sedangkan ongkos sewa di lantai satu Blok G Rp 10 juta - Rp 12 juta setahun. “Setelah enam bulan gratis, kami harus bayar sewa pakai uang apa?” keluh Rudi.
Oh, iya, Rudi ini sebenarnya memiliki dua kios di Blok G. Namun dia tinggalkan dan menggelar dagangan di pinggir jalan sejak 10 tahun terakhir.
Lain cerita dengan para pedagang lama di Blok G. Mereka gembira jika Blok G hidup lagi. “Insya Allah akan positif bagi kami,” kata Santanu, pemilik toko sepatu Sumber Jalan.
Santanu dan Ilham, penjual lain di Blok G, kompak menuturkan peningkatan omzet pasca PKL direlokasi. Ilham yang menjual aneka busana, kini mampu meraup omzet Rp 3,4 juta per hari. Padahal sebelumnya mentok Rp 1 juta sehari.
Semoga relokasi bisa bisa rata meningkatkan rezeki!
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 46 - XVII, 2013 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News