kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemhub: Kalau aplikator tidak mau diatur ya ngga usah ada di sini


Senin, 23 April 2018 / 20:00 WIB
Kemhub: Kalau aplikator tidak mau diatur ya ngga usah ada di sini
ILUSTRASI. Aksi pengemudi ojek online


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perhubungan mengatakan draft awal penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek sudah selesai.

Dalam draft tersebut dititikberatkan perubahan status para aplikator (Go-Jek dan Grab) menjadi perusahaan transportasi. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, draft tersebut disusun berdasarkan masukan dari berbagai pihak.

"Pihak yang sudah kita undang mulai dari para pakar, aplikator itu, dan aliansi para mitra/pengemudi," ungkapnya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/4).

Menurut Kemenhub, status aplikator menjadi perusahaan transportasi dinilai menjadi jalan tengah, agar pemerintah bisa mengontrol penuh kegiatan mulai dari keamanan dan keselamatan.

Apalagi, hal itu juga salah satu kesepakatan yang didapat saat bermediasi antara pemerintah, aplikator, dan para mitra di Kantor Staf Presiden beberapa waktu lalu.

Namun sayangnya, hal tersebut sempat ditolak oleh para aplikator. Atas hal tersebut, Budi pun mengatakan akan bertindak tegas aplikator yang tidak menaati peraturan pemerintah. "Kami tidak akan memberikan sanksi, karena dasarnya sanksi diberikan kalau sudah ada aturannya, ini kan memang belum ada," jelas dia.

"Tapi kalau memang tidak mau ikut ya ngga usah ada di sini. Hal itu juga sempat disampaikan pak Menko Kemaritiman (Luhut B. Panjaitan) semua harus ada dasar hukumnya," tegas Budi.

Pasalnya, pemerintah lewat draft penyempurnaan ini sudah mempermudah para aplikator dalam mengubah statusnya. Seperti halnya, hambatan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau sering dikenal dengan aturan Daftar Negatif Investasi (DNI).

Dari Perpres itu disebutkan penanaman modal asing di bidang usaha angkutan darat tidak dalam trayek hanya diizinkan maksimal 49% saja. Menurut Budi, ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan.

Pertama, merevisi Perpres tersebut atau yang paling memungkinkan adalah aplikator bisa membuat perusahaan baru yang khusus menangani transportasi. Sebab, merubah Perpres itu memakan waktu yang lama.

"Jadi, layanan-layanan selain transportasi seperti Go-Send, Grab Send dan yang lainnya itu bisa menggunakan yang lama. Tapi kalau yang khusus layanan transportasi harus menggunakan PT baru," jelas Budi. Alternatif-alternatif itu lah yang saat ini masih terus dibahas.

Asal tahu saja, permasalahan DNI sempat menjadi hambatan pemerintah untuk mengatur para aplikator. Pasalnya, untuk angkutan taksi online, diperkirakan sebagian besar investasi berasal dari asing.

Kendati begitu, Budi belum bisa memastikan apakah nantinya penyempurnaan itu akan tertuang dalam perbaikan Permenhub 108 atau dalam Permenhub yang baru. Namun yang pasti, ia berharap dalam satu bulan ke depan draft penyempurnaan itu sudah bisa selesai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×