kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Biaya produksi terbesar petani untuk pestisida


Rabu, 22 Maret 2017 / 22:16 WIB
Biaya produksi terbesar petani untuk pestisida


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) cenderung menurun sejak awal tahun ini. Hal ini berbanding terbalik dengan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah, seperti pengadaan pupuk bersubsidi, bantuan alat berat pertanian, dan benih. Idealnya, upaya tersebut mampu mengurangi ongkos produksi petani dan mendongkrak NTP.

Masroni, petani padi asal Indramayu sekaligus Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani (AB2TI) Jawa Barat menyatakan, bantuan pemerintah selama ini kurang tepat sasaran. "Biaya pupuk tidak seberapa besar, tidak sampai 5% dari ongkos produksi. Untuk benih, petani malah sudah bisa membuat sendiri," ungkapnya.

Ia mengeluhkan ongkos produksi tertinggi terdapat pada pembelian pestisida. Apalagi di musim penghujan yang kerap mengundang serangan hama. Di sisi lain, harga pestisida tidak dikontrol oleh pemerintah.

Bahkan, menurut Masroni, biaya pestisida mencapai 30% dari total ongkos produksi. "Satu lagi, biaya produksi juga banyak terpakai di tenaga pekerja waktu musim tanam dan musim panen," ujarnya, Rabu (22/3).

Menurutnya, petani padi butuh jaminan soal penetapan keuntungan usaha, bukan harga maupun asuransi gagal panen. Harga cenderung fluktuatif tiap tahun. "Harga jual gabah kering panen tahun ini disamakan dengan tahun lalu. Padahal biaya produksi meningkat sekitar 20%," tutur Masroni.

Menurut perhitungan Masroni, harga ideal untuk Gabah Kering Panen (GKP) saat ini sekitar Rp 4.800-Rp 5.000 per kilogram (kg). "Kalau harga segitu, petani bisa untung sekitar 30%. Harga sekarang Rp 3.700 per kilo, kami tidak dapat apa-apa," katanya.

Sigit Rusdianto, petani cabai asal Temanggung, Jawa Tengah mengungkapkan hal serupa. Ongkos produksi tertinggi komoditas cabai ada pada pestisida dan tenaga kerja. "Apalagi cabai rawit, tanaman yang rentan karena terkena hama dan cuaca ekstrim. Biaya pestisidanya bisa sampai 40%," ujarnya.

Menurut Sigit, persoalan tinggi rendah ongkos produksi tiap petani pasti berbeda, tergantung pada kebutuhan komoditasnya. Tidak semua petani membutuhkan pupuk bersubsidi, tapi ada juga yang membutuhkan. Pasalnya, penggunaan pupuk, idealnya tidak perlu banyak, tergantung kondisi tanah.

"Kalau pemerintah ingin bantuannya tepat sasaran, harusnya melakukan identifikasi persoalan tiap petani. Beda komoditas, pasti persoalan dan kebutuhannya akan berbeda," beber Sigit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×