kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Imbas aturan SNI wajib pada bisnis mainan impor


Jumat, 07 Maret 2014 / 11:22 WIB
Imbas aturan SNI wajib pada bisnis mainan impor
ILUSTRASI. Kapan Anime Chainsaw Man Episode 2 Tayang? Simak Jadwal Lengkapnya Berikut Ini


Reporter: Herry Prasetyo | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Pasar Indonesia yang besar memang memikat hati pelbagai produk dari luar negeri. Tak heran, pasar kita diserbu aneka produk impor. Tak cuma produk pangan ataupun produk elektronik, lo. Produk mainan anak pun ternyata mendominasi pasar di sini.

Memang, ekspor mainan bikinan dalam negeri masih lebih besar ketimbang impor. Pada tahun 2012, neraca perdagangan produk mainan anak kita masih surplus US$ 188,37 juta. Namun, berdasarkan volume, neraca perdagangan kita tercatat defi sit 10.095 ton. “Artinya, produk mainan yang kita ekspor lebih berkualitas ketimbang produk mainan yang kita impor,” kata Ramon Bangun, Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian.

Boleh saja kita bangga ekspor mainan kita lebih besar dan lebih berkualitas ketimbang impor mainan. Namun, kenyataan di lapangan berkata lain. Mainan impor justru merajai pasar di dalam negeri. Eko Wibowo Utomo, Ketua Asosiasi Importir dan Distributor Mainan Indonesia (AIMI), mengakui mainan impor menguasai 80% pangsa pasar di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, pangsa pasar mainan branded yang mengantongi lisensi resmi hanya 30%. Sementara, 70% dari produk impor yang menyesaki pasar adalah mainan yang tidak punya lisensi resmi alias mainan palsu. “Mainan impor selama ini dikuasai mainan murah,” imbuh Sandi Vidhianto, Direktur PT Hero Inti Putra sekaligus Sekretaris Jenderal AIMI.

Mainan impor murah meriah, tanpa lisensi resmi, jelas merugikan importir mainan impor yang berlisensi. Sebab, importir resmi membayar lisensi sehinggaharga mainan lebih mahal. Sementara, importir mainan murah tidak membayar lisensi sehingga harga lebih murah. Harga mainan karakter tokoh, misalnya, bisa mencapai Rp 200.000. Ini harga mainan yang punya lisensi resmi, lo. Sedang mainan karakter tokoh tanpa lisensi, alias palsu, paling hanya Rp 15.000–Rp 20.000.

Masalahnya, selama ini importir mainan impor murah meriah tidak jelas. Nah, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, menurut Eko, akan membikin mainan impor murah meriah tersingkir dari pasar. “Importir mainan yang tidak punya lisensi resmi juga bisa terlacak,” kata Eko.

Bagi pebisnis mainan impor berlisensi, penerapan SNI wajib sejatinya bukan masalah besar. Presiden Direktur PT Newboy Indonesia, Bart Nureka, mengatakan, mainan impor berlisensi selama ini sudah mengantongi sertifi kasi internasional. “Hampir tidak mungkin kami tidak lolos SNI,” kata Bart.

Biaya membengkak

Masalahnya, meski sudah mengantongi sertifi kat tingkat internasional, mainan impor yang masuk ke Indonesia tetap harus memperoleh sertifikasi SNI. Padahal, pendaftaran SNI membutuhkan biaya tak sedikit. Bart memperkirakan, total biaya untuk memperoleh sertifi kat SNI bisa mencapai Rp 12 juta per item sampel. Artinya, biaya produksi melonjak 5%–8%.

Hitungan Sandi, total biaya sertifikasi, dari pendaftaran hingga uji sampel, bisa mencapai Rp 20 juta. Itu belum menghitung biaya pengambilan sampel dari pelabuhan muat di negara asal barang. Maklum, menurut aturan anyar, sampel yang akan diuji diambil dari negara asal barang. Masalahnya, pemerintah belum menentukan siapa yang harus mengambil sampel tersebut dan siapa yang harus menanggung biayanya. Padahal, uji sampel dilakukan setiap kali pengapalan barang. “Kalau harus mengirim orang ke luar negeri dan biaya ditanggung pengusaha, itu memberatkan,” kata Bart.

Kenaikan biaya produksi tentu akan menjadi tanggungan konsumen. Harga mainan impor bakal lebih mahal. Sandi memperkirakan, harga jual mainan impor bakal naik hingga 10%. Penjualan mainan impor pun bisa melandai 10%–20%. Perkiraan Eko jauh lebih tinggi. Menurut dia, impor mainan dalam jangka pendek bisa turun hingga 50%. Sementara harga mainan impor bisa naik 20%–30%.

Selain dampak terhadap biaya dan harga, Bart mengatakan, penerapan SNI wajib akan membikin waktu importasi memakan waktu lebih lama. Proses pendaftaran dan uji produk paling cepat 2 minggu. Padahal, ada beberapa produk mainan yang sensitif terhadap waktu. “Mainan karakter film, misalnya, telat dua minggu saja bisa tidak laku,” kata Bart.

Sandi khawatir, kenaikan harga akan mendorong konsumen berbelanja mainan di Singapura atau Malaysia. Sebab, harga mainan di kedua negara tersebut lebih murah lantaran tidak dikenai pajak. Kekhawatiran lain, alih-alih lenyap, mainan impor murah meriah justru lebih banyak beredar di pasar. Sebab, menurut Bart, pemerintah tidak bisa menjamin mainan palsu yang beredar di pasar bisa lenyap. “Waktu saya tanya, pemerintah bilang tidak ada jaminan,” kata Bart.

Selain pengawasan ketat, Eko meminta, pemerintah juga harus menyiapkan infrastruktur dan sistem penerapan SNI dengan baik. Surat registrasi SNI ke Kementerian Perindustrian, misalnya, menurut aturan bisa diproses dalam lima hari. “Namun, saya baru terima hasilnya setelah tiga minggu,” kata Eko. Nah, mumpung harga belum naik, silakan memborong.


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 23 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×