kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak lama lagi semua mainan anak wajib berlabel SNI


Kamis, 06 Maret 2014 / 15:07 WIB
Tak lama lagi semua mainan anak wajib berlabel SNI
ILUSTRASI. Mencermati Prospek Saham-saham Bank Digital Setelah Ditutup Melemah pada Senin (17/10)


Reporter: Anastasia Lilin Y, Herry Prasetyo | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Hujan gerimis yang mengguyur kota Jakarta sepanjang hari Rabu (26/2) membikin suasana Pasar Gembrong tampak sepi. Sentra mainan anak di Prumpung, Jakarta Timur, ini hanya dikunjungi segelintir konsumen saja. Namun, Iwan, salah satu pedagang mainan di Pasar Gembrong, tetap setia menanti pembeli masuk ke toko kecilnya.

Saat sepi seperti itu, Iwan biasanya hanya memperoleh omzet Rp 3 juta per hari. Saat pengunjung relatif ramai, omzet yang ia raup bisa mencapai Rp 7 juta sehari. Itu pada saat hari kerja, lo. Di akhir pekan, Iwan setidaknya bisa meraup omzet hingga Rp 12 juta sehari. “Kalau ramai, omzet bisa mencapai Rp 20 juta,” kata Iwan.

Bisnis mainan anak di Tanah Air memang cukup gurih. Maklum, target pasar mainan anak sangat besar. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah populasi anak berusia 0–14 tahun mencapai 68,6 juta jiwa. Artinya, target pasar mainan anak mencapai 38% dari total jumlah penduduk di Indonesia. Belum lagi, ada sekitar 4,5 juta bayi lahir tiap tahun. “Dari demografi penduduk dan pendapatan per kapita yang terus meningkat, pasar industri mainan sangat besar,” kata Ramon Bangun, Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian.

Wakil Ketua Bidang Pemasaran Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) Sudarman Widjaja mengatakan, total pasar mainan anak di Indonesia mencapai Rp 1,5 triliun–Rp 2 triliun per bulan. Jumlah tersebut mencakup penjualan mainan untuk kebutuhan sekolah. Sayang, pasar yang cukup gurih itu malah dikuasai produk impor.“Produk impor menguasai 70%–80% pasar mainan di Indonesia,” kata Sudarman.

Banjir mainan impor sejatinya bisa dengan mudah dilihat di lapangan. Tengok saja, hampir 80% produk mainan yang dijual di pasar tradisional seperti Pasar Gembrong merupakan mainan impor. Iwan mengatakan, sebagian besar mainan yang dijual pedagang Pasar Gembrong merupakan mainan impor dari China.

Kementerian Perindustrian mencatat, nilai impor mainan sepanjang 2012 mencapai US$ 138,11 juta. Tony Sinambela, Kepala Pusat Standardisasi Kementerian Perindustrian, mengakui derasnya mainan impor yang masuk ke Indonesia. Sebagai gambaran, ada sekitar 100 surat tanda terima barang alias bill of lading (B/L) yang diproses di pelabuhan di Indonesia setiap hari. Taruh kata, setiap B/L terdiri dari satu kontainer, maka ada 100 kontainer berisi mainan impor yang masuk ke Indonesia saban hari.

Masalahnya, banyak mainan impor yang tidak memenuhi standar keamanan. Menurut Ramon, tak sedikit mainan impor yang berbahaya bagi anakanak. Misalnya, mainan yang memakai pewarna mengandung racun, sehingga membahayakan kesehatan anak.

Persaingan sehat

Nah, demi melindungi anakanak dari mainan berbahaya inilah, pemerintah sejak dua tahun lalu mempersiapkan kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk mainan anak. Mulai 30 April 2014, semua produk mainan anak wajib berlabel SNI dan memiliki sertifikat SNI.

Dengan pemberlakuan SNI wajib, Tony menjelaskan, produk mainan impor ataupun lokal akan diuji terlebih dahulu. Pemeriksaan mencakup aspek keamanan yang berhubungan dengan sifatfisik ataupun mekanik dan sifat mudah terbakar. Laboratorium penguji juga akan memeriksa penggunaan bahan kimia berbahaya baik dalam cat ataupun bahan baku serta migrasi unsur kimia tertentu. “Ini semua demi melindungi anakanak Indonesia,” kata Tony.

Sedianya, aturan SNI wajib untuk mainan berlaku mulai 30 Oktober 2013 silam. Namun, lantaran impor mainan sangat besar, terjadilah penumpukan barang di kepabeanan. Akhirnya, pemerintah menunda dan merevisi aturan tersebut. Berdasarkan revisi terbaru, pengambilan sampel produk yang akan diuji dilakukan di pelabuhan muat negara asal mainan. Dengan begitu, kapasitas pelabuhan di Indonesia tidak terganggu. Importir juga tak harus menanggung biaya tambahan alias demurrage akibat barang tertahan lama di pelabuhan.

Dengan adanya SNI wajib, produk mainan impor diharapkan lebih berkualitas dan memenuhi standar keamanan. Maklum, selama ini, konsumen tidak tahu mana mainan yang memenuhi standar keamanan dan mana yang tidak. Alih-alih memilih mainan berkualitas, kebanyakan konsumen memilih mainan impor berharga murah. Alhasil, industri mainan lokal kalah bersaing.

Menurut Tony, banyak negara di dunia sudah menerapkan standar keamanan pada produk mainan anak. Produk mainan lokal yang diekspor pun mau tak mau harus memenuhi standar yang diberlakukan negara tujuan ekspor. Sebaliknya, produk mainan negara lain, yang tak bisa masuk ke negara-negara dengan regulasi keamanan, mudah saja masuk ke pasar Indonesia. Maklum, negara kita tak punya regulasi standardisasi mainan anak. Alhasil, “Indonesia jadi negara pengimpor sampah,” kata Tony.

Dengan adanya penerapan SNI wajib, Ramon berharap, persaingan di industri mainan anak akan lebih sehat. Ia yakin industri mainan lokal akan tumbuh lebih kuat. Ketua Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI), Danang Sasongko, mengatakan, pelaku usaha mainan lokal sudah lama menanti aturan SNI wajib mainan anak. Dengan adanya SNI wajib, tidak semua mainan impor bisa masuk pasar Indonesia. Ini akan menjadi stimulus bagi produsen lokal.

Namun, Danang mengingatkan, jangan sampai penerapan SNI wajib justru mematikan industri lokal. Tentu, keberhasilan penerapan SNI wajib juga bergantung pada pengawasan pemerintah. Tanpa pengawasan serius, mainan impor murah meriah yang tak aman bakal tetap bisa merajalela di pasar Apakah pemerintah bisa?

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 23 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×