kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,72   4,08   0.44%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri alat kesehatan lokal ekspansi


Senin, 27 Februari 2017 / 11:47 WIB
Industri alat kesehatan lokal ekspansi


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya mengurangi ketergantungan produk impor alat kesehatan di dalam negeri. Maklum, saat ini, sekitar 90% alat kesehatan yang beredar di dalam negeri berasal dari luar negeri alias impor.

Menurut Maura Linda Sitanggang, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan menjadi acuan bagi pihaknya untuk menyusun pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan. "Ada sekitar 46% jenis produk (alat kesehatan) yang bisa diproduksi di dalam negeri," katanya kepada KONTAN, Kamis (23/2).

Kementerian Kesehatan sendiri sudah mengkategorikan produk kesehatan yang paling dibutuhkan di pasar dalam negeri. Jumlahnya terbilang banyak. Kalau produk obat ada 1.032 item, produk alat kesehatan bisa mencapai 150 jenis.

Industri alat kesehatan dalam negeri sendiri merespons dengan cepat perhatian pemerintah. Menurut Achmad Sufi, Direktur Utama PT Mitra Rajawali Banjaran, pihaknya mendukung upaya pemerintah mengurangi impor alat kesehatan. Makanya, perusahaan ini tengah mengembangkan dua produk alat kesehatan anyar untuk bisa menekan impor produk tersebut. "Kami akan kembangkan safety box jarum suntik dan hydroxyapatite scaffold," kata Achmad saat saat dihubungi KONTAN, Minggu (26/2).

Produk kotak pengaman

Ia menjelaskan, untuk produk kotak pengaman (safety box), bakal menjadi tempat pembuangan limbah jarum suntik. Saat ini, produk tersebut tengah uji laboratorium klinis di Denmark. Setelah proses terebut kelar, produk tersebut bakal diuji kembali di Kementrian Kesehatan.

Sedangkan hydroxyapatite scaffold merupakan bahan gipsum tulang dan gigi. Produk itu merupakan hasil kerja bareng antara Mitra Rajawali Banjaran dan PT Phapros, yang masih sister company perusahaan pelat merah tersebut. Rencananya, Mitra Banjaran bakal memulai produksi produk anyar tersebut pada Maret nanti dan dijual lewat Phapros mulai tahun depan. "Phapros investasi sekitar Rp 4 miliar - Rp 5 miliar. Bila sudah produksi, nilai pendapatan sekitar Rp 3 miliar per tahun," kata Achmad lebih lanjut.

Menurut catatan KONTAN, Mitra Banjaran saat ini mengandalkan penjualan alat kesehatan dari produk jarum suntik. Tahun lalu, perusahaan ini mendapatkan order pesanan jarum suntik dari Kementerian Kesehatan sebanyak 22 juta unit.

Bila nilai satu juta unit jarum suntik setara Rp 1 miliar, maka perusahaan ini mendapat oder sebanyak Rp 22 miliar. Sedangkan tahun ini, Mitra Banjaran membidik penjualan jarum suntik sebanyak 57 juta unit.

Tak mau ketinggalan, PT Indofarma Tbk juga tengah mengembangkan fasilitas produksi dan pengemasan alat kesehatan cepat atau rapid diagnostic tests.

Nantinya, alat kesehatan ini akan diproduksi di pabrik Indofarma di Cibitung. Produk ini akan didistribusikan oleh PT Indofarma Global Medika ke rumah sakit, apotek maupun tempat lain yang membutuhkan," kata Yasser Arafat, Sekretaris Perusahaan Indofarma kepada KONTAN.

Saat ini, produk tersebut masih perlu beberapa izin, sebelum bisa diproduksi pada kuartal I tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×