kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri jamu bisa jadi penggerak ekonomi nasional


Selasa, 12 Desember 2017 / 21:42 WIB
Industri jamu bisa jadi penggerak ekonomi nasional


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri jamu di Indonesia semakin mengeliat. Melihat hal ini, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto menyatakan perlu mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki guna menghasilkan produk yang inovatif dan kompetitif sesuai kebutuhan pasar saat ini.

“Saat ini, kami tengah dorong daya saing industri kesehatan, farmasi, herbal, dan produk kecantikan. Kita bersaing dengan market leader di Asia, yaitu Korea. Pada saat yang sama, Thailand juga tengah melakukan pengembangan industri di sektor-sektor tersebut,” ungkap Airlangga dalam keterangan tertulis, Selasa (12/12).

Kemperin mencatat, Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai produsen jamu atau herbal di dunia setelah Tiongkok, India dan Korea. “Seyogianya kita mampu melebihi negara-negara tersebut bila kita mengkaji bahwa di Indonesia terdapat 30.000 jenis tanaman herbal, dan perlu dimanfaatkan oleh industri,” ungkap Airlangga.

Hal tersebut juga menjadi potensi pengembangan industri obat tradisional serta kosmetik berbahan dasar alam (organic based cosmetics) yang saat ini sedang menjadi tren di pasar. “Selain meningkatkan inovasi produk, kami harapkan juga produknya bisa diperjualbelikan secara online. Upaya ini untuk memasuki fase revolusi industri ke-4,” imbuhnya.

Dirjen IKM Gati Wibawaningsih menjelaskan, industri farmasi dan kosmetik termasuk industri obat tradisional, menjadi salah satu sektor andalan karena sebagai penggerak utama perekonomian di masa yang akan datang.

Potensi industri kosmetik dalam negeri didukung melalui kekuatan sekitar 760 perusahaan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 75.000 orang dan tenaga kerja tidak langsung 600.000 orang. “Artinya, sektor ini tergolong padat karya, dan kami dorong agar juga berorientasi ekspor,” jelas Gati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×