kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri mebel nasional berpotensi tumbuh


Rabu, 29 Maret 2017 / 14:39 WIB
Industri mebel nasional berpotensi tumbuh


Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Industri mebel nasional berpotensi untuk tumbuh dan berkembang karena didukung sumber bahan baku melimpah dan perajin yang terampil. Oleh karena itu, pemerintah memprioritaskan pengembangan sektor padat karya berorientasi ekspor ini agar semakin produktif dan berdaya saing melalui kebijakan-kebijakan strategis.

"Pemerintah Indonesia berupaya untuk mengurangi berbagai hambatan yang selama ini dihadapi pelaku usaha mebel nasional dalam proses produksi, pemasaran, maupun ekspor," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di sela kegiatannya menghadiri Global Manufacturing and Industrialisation Summit (GMIS) 2017 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Selasa (28/3) dalam keterangan resmi kepada KONTAN, Selasa (28/3).

Misalnya, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dengan dokumen V-Legal yang sudah diberlakukan wajib bagi industri furnitur. Menurut pelaku industri furnitur, SVLK pada dasarnya belum memberikan manfaat bagi mereka khususnya terkait keberterimaan dokumen V-Legal di negara tujuan ekspor.

Saat ini, baru Uni Eropa yang sudah memiliki kerangka kerja sama Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA). Sedangkan kebijakan ini berlaku ke seluruh negara tujuan ekspor.

Dalam upaya mengatasi hal tersebut, Airlangga menegaskan, perlunya koordinasi dengan pemerintah Uni Eropa (G to G) untuk menghilangkan kendala teknis yang menghambat produk Indonesia masuk ke pasar Uni Eropa. 

Opsi lainnya yakni mengeluarkan atau mengecualikan produk furnitur dan kerajinan kayu dari kewajiban SVLK. Makanya, SVLK diminta untuk disederhanakan dan bisa dikomunikasikan kepada seluruh konsumen.

Kemenperin juga mengusulkan agar perusahaan yang sudah mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) tidak perlu rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan impor kayu. Ini karena akan menghambat jalannya proses produksi.

“Saat ini, banyak sekali bahan baku kayu yang harus diimpor oleh pelaku industri furnitur, seperti kayu oak dan poplar. Jenis-jenis kayu tersebut tidak tersedia di dalam negeri sehingga untuk memenuhi kebutuhan, perlu dilakukan impor," ujar Airlangga.

Hambatan lainnya yaitu selama ini impor barang contoh (sampel) furnitur masih harus melalui proses karantina oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Padahal produk furnitur merupakan produk olahan. Sebelum diimpor produk furniture sudah melalui proses fumigasi di negara asalnya sehingga bebas hama penyakit.

Proses karantina sampel furnitur yang memakan waktu mengakibatkan tertundanya proses produksi furnitur, jelasnya. Untuk itu, Menperin menyarankan agar sampel furnitur tidak lagi harus melalui proses karantina. Pemerintah juga telah menyiapkan fasilitas pajak seperti tax allowance bagi pelaku usaha furnitur di Indonesia agar produk furnitur Indonesia semakin bersaing.

Industri furnitur merupakan salah satu sektor yang dapat memanfaatkan kebijakan pemotongan pajak penghasilan dan penundaan pembayaran pajak penghasilan. Insentif ini diberikan dengan tujuan mempermudah cash flow perusahaan dan mengurangi beban biaya tenaga kerja. "Sudah ada lima perusahaan yang mendapatkan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×