kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MoU diam-diam, Antam anggap Freeport tidak etis


Selasa, 24 Oktober 2017 / 19:13 WIB
MoU diam-diam, Antam anggap Freeport tidak etis


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Aneka Tambang (Antam) Tbk menilai nota kesepahaman bersama (memorandum of understanding/MoU) untuk pembangunan pabrik pengolahan anoda slime dan logam berharga (precious metal refinery/PMR) antara PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara, dan PT Smelting itu tidak etis.

Pasalnya, MoU serupa sebelumnya pernah dilakukan antara Antam, Freeport, dan PT Smelting. Dan sampai saat ini MoU tersebut masih dianggap berlaku sampai Maret 2018. 

Direktur Utama Antam, Arie Prabowo Ariotedjo menjelaskan, MoU antara Antam, Freeport dengan Smelting terkait pembangunan pabrik pengolahan anoda slime dan logam berharga yang akan dilaksanakan di Pulo Gadung, Jakarta Timur itu belum ada pengakhiran MoU secara resmi.

"Saya dapat berita mereka sudah tanda tangan MoU (Freeport dan Amman Mineral). Padahal, sama kami belum terminate. Secara etiknya kan harus menunggu sampai ada (terminasi)," ujarnya di gedung DPR, Selasa (24/10).

Tapi secara niatan, Arie bilang bahwa Antam pada akhirnya tidak akan melanjutkan MoU yang sudah dilaksanakan pada 2 Februari 2017 lalu. Karena, sejauh ini, belum tercapai kesepakatan harga dengan PT Smelting. "Tapi, menurut saya ini enggak etis secara bisnisnya perusahaan sebesar Freeport dan Smelting," tuturnya.

Adapun kata Arie, pihak PT Smelting tidak ingin menurunkan payable emasnya dari 99%. Menurutnya, hal itu akan merugikan pihaknya dan Freeport. "Tempo hari kami berhitung untuk internal rate 11%, maka payable itu harus turun di sekitar 97,8%," tandasnya.

Asal tahu saja, rencananya pabrik anoda slime yang akan dibangun itu akan memiliki kapasitas 6.000 ton per tahun dengan nilai investasi sekitar US$ 125 juta. 

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menjelaskan, pada prinsipnya pemerintah menghendaki pengolahan konsentrat tambang ada di dalam negeri.

"Kesepakatan yang melibatkan Freeport dan Amman Mineral tersebut terjadi setelah tidak ada titik temu untuk hal serupa dengan Antam," tandasnya di Gedung DPR, Selasa (24/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×