kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perusahaan Batubara Fokus Kerek Produksi Tahun 2024


Kamis, 18 April 2024 / 17:39 WIB
Perusahaan Batubara Fokus Kerek Produksi Tahun 2024
ILUSTRASI. sejumlah perusahaan batubara menyiapkan sejumlah strategi untuk kerek produksi di tahun ini


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan batubara berfokus mengejar target produksi pada tahun 2024. Padahal sejumlah tantangan muncul memasuki kuartal II-2024.

Corporate Secretary PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Niko Chandra mengatakan, untuk tahun ini perusahaan menargetkan produksi sebesar 41,3 juta ton.

PTBA pun siap mengoptimalkan berbagai upaya untuk mencapai target produksi tersebut.

"Volume produksi kami optimalkan melalui perencanaan tahapan penambangan yang cermat dan terukur. Perusahaan berusaha untuk agile dan cepat tanggap dalam menghadapi kondisi-kondisi eksternal," ungkap Niko kepada Kontan, Rabu (17/4).

Niko menjelaskan, fluktuasi pasar, kondisi cuaca, teknis, hingga geopolitik merupakan sejumlah faktor yang diantisipasi perusahaan dalam menjaga kinerja operasional.

Baca Juga: Ini Strategi Industri Pertambangan di Tengah Pelemahan Rupiah

Senada, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava menilai sejumlah faktor tersebut menjadi kunci dalam kinerja operasional.

Dileep memastikan, untuk tahun ini pihaknya berfokus menjaga kinerja produksi sesuai target yang telah ditetapkan.

"Produksi berjalan normal, untuk tahun 2024 volume produksi ditargetkan sekitar 80 juta ton hingga 82 juta ton," jelas Dileep.

Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) Febriati Nadira menjelaskan, untuk tahun ini perusahaan menargetkan volume sebesar  65 juta ton hingga 67 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 61 juta ton - 62 juta ton meliputi batu bara termal, dan 4,9 juta ton - 5,4 juta ton batu bara metalurgi.

"Harga batu bara bergerak mengikuti siklus dan akan selalu berfluktuasi. Kami akan tetap fokus pada segala sesuatu yang dapat kami kontrol seperti kontrol operasional untuk memastikan pencapaian target perusahaan dan efisiensi biaya," ujar Febriati.

Adapun, Penguatan pasokan batubara di dua negara tujuan ekspor Indonesia berpotensi mempengaruhi kinerja produksi batubara nasional.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, ada sejumlah faktor yang masih mempengaruhi produksi batubara nasional tahun ini antara lain tingkat pasokan negara tujuan ekspor hingga momen libur Lebaran.

"Tingkat produksi di April ini dimasa libur Lebaran diperkirakan lebih rendah dari rata-rata produksi di bulan sebelumnya. Selain itu, permintaan juga sedikit melemah karena inventory di India dan Tiongkok juga relatif masih tinggi," kata Hendra kepada Kontan, Selasa (16/4).

 

Hendra menambahkan, dengan melihat realisasi produksi batubara saat ini maka belum dapat dipastikan apakah realisasi produksi diakhir tahun nanti dapat melampaui mendekati 1 miliar ton.

Sebagai gambaran, merujuk Minerba One Data Indonesia (MODI), realisasi produksi batubara hingga 16 April 2024 mencapai 204,38 juta ton atau sekitar 28% dari target yang ditetapkan sebesar 710 juta ton.

Hendra melanjutkan, realisasi ekspor batubara Indonesia per Maret 2024 masih lebih tinggi dibandingkan Maret tahun lalu. Meski demikian, negara tujuan ekspor khususnya Tiongkok diprediksi masih akan memiliki stok batubara yang mencukupi hingga April tahun ini. Salah satunya yakni akibat impor batubara yang tinggi dipenghujung tahun lalu dalam menguatkan pasokan jelang Chinese New Year Februari lalu.

Dua faktor lainnya yang bisa mengerek ekspor batubara Indonesia yakni cuaca dan harga di negara tujuan ekspor.

"Antara lain juga cuaca atau juga bisa jika ada kejadian kecelakaan tambang di Tiongkok misalnya yang mengakibatkan fatality sehingga mereka segera membatasi/restriksi ketat sehingga berpengaruh pada hasil produksi domestik sehingga mendorong impor. Selain itu, tentu harga. Sepanjang harga domestik masih kompetitif dibandingkan harga impor maka tentu mereka membatasi impor, demikian juga sebaliknya," pungkas Hendra. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×