kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   -927,64   -100.00%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PT REKI minta keringan pembayaran pajak


Rabu, 18 Oktober 2017 / 22:10 WIB
PT REKI minta keringan pembayaran pajak


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI), pemegang izin restorasi eksosistem, meminta pemerintah memberikan kelonggaran dan pengecualian berupa tenggang waktu bagi perusahaan dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pasalnya, perusahaan ini dalam upaya pemulihan ekosistem hutan membutuhkan banyak biaya dan belum ada pendapatan.

Direktur Operasi REKI Lisaman Sumardjani mengatakan, keberadaan izin RE sejatinya menjalankan tugas negara untuk memulihkan kawasan hutan. “Jadi kami berharap ada kebijakan terkait pembayaran pajak agar tidak memberatkan,” ujarnya, Rabu (18/10).

PT REKI mengelola satu kelompok hutan yang populer sebagai Hutan Harapan seluas 98.555 hektare (ha) yang terbagi atas dua izin. Masing-masing seluas 52.170 ha di Banyuasin, Sumatera Selatan dan 46.385 ha di Batanghari dan Sarolangun, Jambi.

Hutan Harapan yang luasnya hampir setara Jakarta itu selain menjadi rumah bagi 307 jenis burung juga menjadi wilayah kehidupan bagi dua satwa khas Sumatera, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).

Lisman mengungkapkan, pihaknya mengeluarkan sekitar US$ 2 juta hingga US$ 2,5 juta setiap tahun untuk mendukung upaya restorasi hutan. Termasuk untuk menjaga hutan, penanaman kembali, dan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan itu belum bisa menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.

Dalam kondisi tersebut, PT REKI kesulitan membayar PBB yang besarnya ratusan juta setiap tahun, tergantung tarif yang diberlakukan. Akibatnya, salah satu kantor pajak sudah mengeluarkan surat penyitaan terhadap aset dan rekening PT REKI.

Lisman pun meyayangkan terbitnya surat penyitaan aset dan rekening tersebut. Sebab hal itu akan semakin mempersulit upaya restorasi hutan yang sedang dilakukan. “Kalau pabrik disita, bisa langsung beroperasi begitu denda dibayar. Tapi kalau hutan disita, terancam perambahan dan illegal logging dan tidak mudah dipulihkan,” katanya.

Dia menyatakan, pihaknya memahami adanya kewajiban membayar PBB bagi setiap pemegang izin pengelolaan hutan. Namun untuk izin restorasi dia berharap agar pengenaan pajak dibayar saat sudah mulai ada pendapatan.

Untuk menjawab persoalan ini, Lisman menyatakan pihaknya sudah bersurat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu, melalui Kelompok Kerja RE yang berisikan perusahaan-perusahaan pemegang izin RE, usulan juga sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan melalui Badan Kebijakan Fiskal. “Tapi sampai saat ini belum ada respons,” katanya.

Untuk diketahui sampaiakhir tahun 2016, ada 15 unit Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dengan total luas 573.455 Ha dari alokasi seluas 1,6 juta hektare. Kawasan Hutan Restorasi Ekosistem tersebar di Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×