kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Puncak panen padi di depan mata


Selasa, 10 Juli 2018 / 13:30 WIB
Puncak panen padi di depan mata
ILUSTRASI. Petani merawat padi


Reporter: Lidya Yuniartha, Tane Hadiyantono | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasokan beras di dalam negeri akan kembali meningkat dalam waktu dekat ini. Hal itu karena saat ini sejumlah wilayah di Indonesia sedang menyambut musim panen padi. Diperkirakan puncak panen padi terjadi pada Agustus 2018.

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, periode Juli-Agustus merupakan masa-masa panen padi untuk semester II tahun ini. "Kalau berdasarkan pengalaman, 30%-40% masa panen ini jadi kontribusi produksi nasional," kata Sutarto kepada KONTAN, Senin (9/7).

Walau tidak merinci potensi panen padi periode itu, Sutarto melihat panen padi saat ini tidak bakal membuat kericuhan harga, sebab panen raya pada April lalu sudah menopang stok beras nasional di kondisi surplus.

Tahun ini Kementerian Pertanian (Kemtan) menargetkan produksi gabah di atas 80 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Jumlah itu hampir setara dengan produksi gabah tahun lalu yang diklaim mencapai 81,3 juta ton. Pemerintah juga mengeluarkan izin impor beras hingga satu juta ton. Dari jumlah itu, porsi impor 500.000 ton pertama telah sudah direalisasikan.

Masalah produktivitas

Atas izin impor beras itu, Sutarto bilang, pemerintah tentunya sudah melakukan perhitungan matang sebelum mengeluarkan izin impor. "Jumlah penduduk naik dan jumlah kebutuhan beras juga naik terus, pasti pemerintah telah perhitungan berkaitan dengan kebutuhan, produksi dan impor," katanya.

Walaupun begitu, momentum panen raya seharusnya bisa menjadi bahan evaluasi bagi Kemtan untuk meningkatkan produksi beras di masa mendatang. Sebab, produktivitas tanaman padi dinilai masih belum seimbang dengan luas lahan tertanam.

"Kemtan selalu mengatakan produksi cukup, tapi Kementerian Perdagangan (Kemdag) malah membuka impor. Setelah diteliti dan dibandingkan dengan produksi, maka sebenarnya yang terus meningkat adalah luas lahannya," kata Ketua Kompartemen Tanaman Pangan Asosiasi Pembenihan Indonesia (Asbenindo) Yuana Leksana.

Menurutnya, belum maksimalnya produktivitas tanaman padi di Indonesia juga ditunjukkan dengan adanya disparitas antara kenaikan luas lahan panen, produksi dan produktivitas tanaman padi.

Mengutip data yang dihimpun oleh Asbenindo, pada tahun 2017, tercatat luas panen padi sebesar 15,70 juta hektare (ha). Luas tanaman padi tahun 2017 naik 3,57% dibandingkan tahun 2016. Sedangkan produksi gabah pada tahun 2017 hanya naik 2,2% menjadi 81,07 juta ton GKG. Data menunjukkan produktivitas masih dalam kondisi minus 1,4% menjadi 5,16 ton/ha.

Berkaca pada data tersebut, Yuana melihat, masih ada disparitas antara kecepatan bertambahnya luas lahan yang panen dengan kinerja dan produktivitas. Yuana melihat pemerintah seharusnya mulai fokus pada pengembangan benih-benih padi yang bisa menghasilkan produk beras yang bagus dan memiliki produktivitas tinggi.

Diantaranya adalah dengan menggunakan padi hibrida yang memiliki potensi panen 20%-30% lebih tinggi dibandingkan benih non-hibrida.

Yang menjadi masalah, teknologi benih hibrida memakan waktu lama dan biaya produksi tinggi. Sehingga perusahaan pembenihan umumnya menjual benih unggul lebih mahal dari benih biasa, sehingga tak terjangkau oleh petani.

Senior Expatriate Technological Cooperation Asia Pacific Food Agriculture Organization (FAO) Ratno Spetjiptadie menilai, ketahanan pangan Indonesia terancam bila pemerintah tidak memperhatikan kualitas lahan dan mengupayakan lahan sawah yang berkelanjutan. Pemerintah tidak boleh hanya mencetak lahan, tapi membiarkan lahan-lahan yang lama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×