kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.383.000 0,36%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Realisasi Investasi EBT Mini, Begini Strategi Kementerian ESDM


Rabu, 01 Mei 2024 / 19:00 WIB
Realisasi Investasi EBT Mini, Begini Strategi Kementerian ESDM
ILUSTRASI. Kementerian ESDM mengupayakan sejumlah strategi demi mendorong realisasi investasi Energi Baru Terbarukan (EBT) tahun ini. . (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengupayakan sejumlah strategi demi mendorong realisasi investasi Energi Baru Terbarukan (EBT) tahun ini. 

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan, saat ini realisasi investasi EBT masih tergolong kecil. 

"Untuk investasi EBT itu sekarang kan masih kecil, kita harapkan akselerasi ada akselerasi (proyek-proyek) EBT," ujar Eniya kepada Kontan, Rabu (1/5). 

Baca Juga: Pensiun Dini PLTU Cirebon Butuh US$ 1,3 Miliar

Meski demikian, Eniya tak merinci besaran realisasi investasi EBT hingga kuartal I 2024. Sebagai gambaran, pada tahun ini Kementerian ESDM menargetkan investasi EBT dapat mencapai US$ 2,6 miliar. Adapun, pada kuartal I 2023 lalu realisasi investasi EBT mencapai US$ 206 juta. 

Eniya menjelaskan, akselerasi berbagai proyek EBT diharapkan terjadi disisa tahun ini lewat sejumlah program dan perbaikan regulasi yang tengah dilakukan. 

Saat ini, pemerintah bersiap mendorong pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang tengah menanti pengumuman kuota pengembangan sekitar 3,3 Giga Watt (GW) hingga 3,5 GW. 

"Kita ingin ada akselerasi PV Rooftop yang sebentar lagi, Mei diumumkan kuotanya sekitar 3,3 GW-3,5 GW. Ini sudah dibahas dengan PLN jadi nanti akan dikeluarkan," ujar Eniya. 

Penerapan sistem kuota ini merupakan bagian dari Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 2 Tahun 2024.

Eniya menambahkan, potensi lain pengembangan PLTS yakni melalui pemanfaatan bendungan untuk implementasi PLTS Terapung. Saat ini, Kementerian PUPR disebut telah mengeluarkan izin untuk beberapa bendungan yang potensial dimanfaatkan untuk PLTS Terapung. 

Kementerian ESDM mengemukakan potensi PLTS terapung di seluruh waduk dan bendungan di Indonesia mencapai 14 GW. 

Di sisi lain, peningkatan industri panel surya dalam negeri juga diyakini akan turut mendorong pengembangan PLTS di Indonesia. 

Baca Juga: Malaysia Akan Perdagangkan Sertifikat EBT di Bursa Karbon, Bagaimana Indonesia?

Eniya menambahkan, demi mengerek investasi EBT, pemerintah juga bersiap mendorong pengembangan panas bumi. Melalui skema pengeboran oleh pemerintah atau government drilling, ada dua wilayah kerja panas bumi (WKP) yang tengah ditawarkan dalam lelang yakni WKP Cisolok (45 MW) dan WKP Nage (40 MW). 

"Sekarang paralel on going dua proyek panas bumi oleh Geodipa dan satu proyek oleh PLN. Ini semua akan terakselerasi investasinya," sambung Eniya. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi rendahnya realisasi investasi EBT pada kuartal I 2024.

"Kalau saya duga itu mungkin masih kecil atau malah tidak terlalu signifikan angkanya,  ada beberapa faktor kalau yang sangat jelas itu akhir 2023 sampai kuartal I 2024 kan masih Pemilu jadi semua orang (investor) menahan diri untuk eksekusi," ungkap Fabby kepada Kontan, Rabu (1/5). 

Fabby menambahkan, selama ini investasi EBT bersumber dari tiga sumber utama yakni proyek PLN, proyek wilayah usaha non PLN dan inisiatif masyarakat atau perusahaan. Sampai saat ini, realisasi ketiganya dinilai belum begitu signifikan. 

Fabby menjelaskan, hingga saat ini PLN belum melakukan lelang proyek EBT. Pasalnya, lelang sejumlah proyek EBT yang dilakukan pada 2023 masih berjalan. 

"Misalnya PLN tahap lelang tahun lalu tapi tahun ini belum dieksekusi karena yang tahun lalu masih tahap Power Purchase Agreement (PPA). Mungkin yang baru jalan baru yang Proyek PLTS IKN," jelas Fabby. 

Baca Juga: Realisasi Investasi Energi Hijau Masih Sepi

Fabby yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mengatakan, banyak proyek PLTS dari anggota asosiasi yang belum bisa dieksekusi karena terhambat persoalan izin dari PLN. 

"Infonya karena masih harus menanti kuota pengembangan, sementara itu masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang masih direvisi dan RUPTL juga menanti Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN)," jelas Fabby. 

Padahal, potensi pengembangan PLTS ini disebut mencapai 200 MW. 

Fabby melanjutkan, kondisi investasi kini pun dihadapkan pada sejumlah tantangan lain seperti pelemahan nilai tukar rupiah dan tingginya inflasi. Kondisi ini membuat investor akan semakin mencermati rencana investasi yang ada. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×