kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,80   -12,69   -1.37%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Neraca gas akan defisit tahun 2025, pemerintah andalkan proyek gas baru


Senin, 01 Oktober 2018 / 20:04 WIB
Neraca gas akan defisit tahun 2025, pemerintah andalkan proyek gas baru
ILUSTRASI. PASOKAN PERDANA LNG BLOK MAHAKAM ke FSRU Nusantara Regas


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meluncurkan Buku Neraca Gas Bumi Indonesia (NGI) Tahun 2018-2027. Peluncuran buku diresmikan langsung oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar pada Senin (1/10).

Arcandra menyebut dalam NGI 2018-2027, pemerintah membagi neraca gas dalam tiga skenario suplai dan kebutuhan yaitu skenario I, skenario II, skenario III. Skenario I, Neraca Gas Nasional diproyeksikan mengalami surplus gas pada tahun 2018 sampai 2027 karena perhitungan proyeksi kebutuhan gas mengacu pada realisasi pemanfaatan gas bumi dan tidak diperpanjangnya kontrak-kontrak ekspor gas pipa/LNG untuk jangka panjang.

Selain itu, Arcandra juga bilang, skenario I mengacu pada pertumbuhan kebutuhan gas bumi yang rata-rata hanya 1,1%. Dengan begitu, dalam skenario I, Indonesia tidak akan kekurangan suplai gas hingga 2027. "Kalau percaya skenario I dengan pertumbuhan 1,1%, sampai 2027 kita tidak tidak shortage gas," kata Arcandra, Senin (1/10).

Namun, jika menggunakan skenario II dan skenario III, maka pasokan gas Indonesia hanya akan aman hingga 2024. Memasuki tahun 2025, Indonesia diproyeksikan mulai mengalami defisit pasokan gas bumi.

"Tapi kalau skenario II, maka sampai 2025 kita mulai shortage. Jika gunakan skenario III maka 2025 kita shortage secara nasional," jelas Arcandra.

Dalam skenario II, Neraca Gas Nasional diproyeksikan tetap surplus pada tahun 2018-2024. Sedangkan pada tahun 2025-2027 terdapat potensi dimana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan.

Proyeksi kebutuhan gas pada skenario II, menggunakan asumsi pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100%, Pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027, Asumsi pertumbuhan gas bumi sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yaitu 5,5% untuk sektor Industri Retail, Pelaksanaan Refinery Development Master Plan (RDMP) sesuai jadwal, pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal.

Untuk skenario III, Neraca Gas Nasional diproyeksikan surplus gas dari tahun 2019-2024. Sementara pada tahun 2025-2027, sebagaimana skenario II, terdapat potensi dimana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan.

Proyeksi kebutuhan gas pada skenario III menggunakan asumsi pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100%, Pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027, Sektor industri ritel memanfaatkan gas pada maksimum kapasitas pabrik serta penambahan demand dari pertumbuhan ekonomi dengan asumsi 5,5%, Pelaksanaan RDMP sesuai jadwal, pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal.

Namun kondisi skenario II dan skenario III belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti blok Masela dan blok East Natuna. Arcandra juga bilang, defisit gas dalam skenario II dan III tidak secara nasional sehingga defisit bisa diatasi melalui sumber gas yang ada di region lain sesuai dengan pembagian regional Neraca Gas Nasional oleh pemerintah.

"Apakah ini shortage seluruh Indonesia? Tidak, karena apa? Sekali sebuah region connected, maka itu shortage bisa diatasi lewat trasnfer volume. Jadi sampai 2024 kita masih oke," kata Arcandra.

Terdapat enam regional dalam Neraca Gas Nasional, yaitu region I yang terdiri dari wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, Region 2 yang terdiri dari wilayah Sumbagse, Sumbagteng, Kepri, Jabar, Region 3 terdiri dari wilayah Jawa Tengah, Region 4 terdiri dari Wilayah Jawa Timur, Region 5 terdiri dari Wilayah Kalimantan Timur, dan Region 6 terdiri dari Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua.

East Natuna Ditargetkan On Stream 2027

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto menambahkan, defisit gas memang tidak mungkin terjadi secara nasional, namun terjadi di daerah tertentu. Makanya daerah yang masih surplus akan menyuplai gas ke daerah defisit.

Tapi jika secara nasional sudah tidak lagi ada sumber pasokan gas, maka Indonesia akan mengimpor LNG. "Kalau itu tidak cukup juga, sudah habis dimana-mana ya impor, tapi kan kita tidak tahu kapan,"jelas Djoko.

Tapi Djoko masih cukup optimistis Indonesia belum akan impor gas karena jika proyek-proyek gas besar seperti Masela dan IDD tahap II berproduksi maka akan ada suplai gas baru. "Sebelum impor nih, ada tidak daerah lain yang surplus. Kan ada potensial tadi, kan ada yang dari proyek IDD, Genting Oil, masih ada yang ekplorasi juga," katanya.

Selain proyek-proyek gas tersebut, pemerintah juga akan mengandalkan proyek East Natuna. Proyek East Natuna ditargetkan bisa onstream pada 2027.

Pemerintah sendiri mencatat cadangan gas bumi terbukti Indonesia mencapai sekitar 100 triliun standar cubic feet (TCF). Beberapa proyek gas bumi yang digarap antara lain Lapangan Alur Siwah, Rambong dan Julu Rayeu (Medco Blok A) pada tahun 2018, Lapangan MDA & MBH, serta MDK (HCML), Jambaran-Tiung Biru, Lapangan Badik dan West Badik (PHE Nunukan) pada tahun 2019. Lalu BP BerauExpansion (LNG Train 3) pada tahun 2020, Lapangan Merakes (ENI East Sepinggan) dan Asap Kido Merah (Genting Oil) pada tahun 2021, Lapangan Gendalo, Gandang dan Gehem (IDD Project) pada tahun 2022, Lapangan Abadi (INPEX Masela) pada tahun 2027, dan East Natuna di tahun 2027.

Di sisi lain, pada tahun 2017, pemanfaatan gas bumi untuk domestik sudah sebesar 59% atau lebih besar dari ekspor yang sebesar 41%. Pemanfaatan gas bumi domestik tersebut meliputi sektor industri sebesar 23,18%, sektor kelistrikan sebesar 14,09%, sektor pupuk sebesar 10,64%, lifting migas sebesar 2,73%, LNG domestik sebesar 5,64%, LPG domestik sebesar 2,17%, serta 0,15% untuk program pemerintah berupa jaringan gas rumah tangga dan SPBG.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×