Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Biarpun proses administrasi belum rampung, PT Adhi Karya (Persero) Tbk terus melanjutkan konstruksi proyek light rail transit (LRT) atau kereta ringan Jabodetabek. Perusahaan ini mengandalkaan pendanaan dari penyertaan modal negara (PMN) dan kas internal.
Perinciannya, Rp 1,4 triliun PMN dan Rp 600 miliar duit pribadi. "Total dana yang telah diserap untuk pembangunan LRT hingga akhir tahun 2016 telah mencapai Rp 2 triliun," ungkap Punjung Setya Brata, Direktur PT Adhi Karya (Persero) Tbk kepada KONTAN, Senin (2/1).
Perkembangan konstruksi LRT tahun lalu, yakni tahap I untuk lintasan Cibubur-Cawang mencapai 15%. Lantas, pembangunan lintasan Bekasi-Cawang mencapai 10% dan lintasan Cawang -Dukuh Atas mencapai 2%.
Menurut hasil pembicaraan Adhi Karya dengan Kementerian Perhubungan (Kemhub), penandatangan kontrak proyek LRT akan berlangsung antara Januari-Februari 2017. Kalau jadwal penandatanganan molor lagi, besar kemungkinan penyelesaian proyek akan meleset dari target.
Target awal operasional LRT adalah tahun 2019. Lambatnya penandatanganan kontrak merupakan dampak dari perubahan peraturan presiden (perpres) yang menjadi dasar hukum penugasan bagi Adhi Karya.
Karena terjadi perdebatan teknis, pada Oktober 2016 lalu pemerintah merevisi perpres. Menurut revisi perpres, ada sejumlah proses yang harus dipenuhi.
Pertama, Kemhub harus menetapkan kriteria pengerjaan proyek. Sementara Adhi Karya selaku kontraktor harus mengajukan proposal kepada pemerintah. Lalu tim Pelaksana Verifikasi Rancangan Rencana Kerja memverifikasi data proyek.
Saat ini, proses evaluasi dan verifikasi belum rampung. Pasalnya, Kemhub sedang memilih konsultan independen. "Dalam proses tersebut, akan ditetapkan berapa yang akan dibayarkan sebelum dan setelah selesai konstruksi," terang Punjung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News