kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.936.000   -1.000   -0,05%
  • USD/IDR 16.395   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.907   -61,50   -0,88%
  • KOMPAS100 997   -14,27   -1,41%
  • LQ45 765   -9,88   -1,28%
  • ISSI 225   -2,18   -0,96%
  • IDX30 397   -4,54   -1,13%
  • IDXHIDIV20 466   -5,69   -1,21%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 115   -1,15   -0,99%
  • IDXQ30 128   -1,29   -0,99%

Adopsi Kecerdasan Buatan Marak, Tapi Jika Tak Cermat Konsumen Bisa Pergi


Jumat, 20 Juni 2025 / 22:03 WIB
Adopsi Kecerdasan Buatan Marak, Tapi Jika Tak Cermat Konsumen Bisa Pergi
ILUSTRASI. AI (Artificial Intelligence) letters are placed on computer motherboard in this illustration taken, June 23, 2023. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di Indonesia, adopsi kecerdasan buatan (AI) kian marak. Hanya saja, konsumen masih merasa perusahaan tidak cukup memahami kebutuhan dan ekspektasi mereka.

Risikonya besar. Sebagian konsumen di seluruh dunia - termasuk 87% konsumen Indonesia -  akan mengurungkan niat belanja jika pengalaman tak sesuai kebutuhan atau keinginan mereka. Temuan itu terungkap di  laporan tahunan State of Customer Engagement Report atau SOCER 2025.

Laporan ini disusun berdasarkan survei global terhadap lebih dari 7.600 konsumen dan lebih dari 600 pimpinan bisnis di 18 negara termasuk Indonesia.

Korporasi menggunakan AI untuk berbagai keperluan. Mulai dari menganalisis data pelanggan guna memahami kebutuhan dan hal-hal yang menjadi kendala (100% bisnis melakukan ini).

Baca Juga: Memilih Saham Indonesia Menggunakan Kecerdasan Buatan (AI) yang Meniru Warren Buffett

Lalu menanggapi pertanyaan atau keluhan pelanggan dengan menggunakan chatbot (94%). Kemudian mengelola risiko keamanan dan mencegah penipuan (100%), hingga mencatat riwayat interaksi dan perjalanan pelanggan (94%) untuk keperluan memberikan rekomendasi produk atau jasa sesuai kebutuhan pelanggan (94%).

 AI membantu personalisasi, tapi loyalitas pelanggan bergantung pada interaksi yang transparan, tepat waktu, dan mengutamakan pelanggan
 
Personalisasi dengan menggunakan AI meningkatkan pendapatan, tapi tidak otomatis meningkatkan kepercayaan pelanggan. Di Indonesia, saat ini 90% brand menggunakan AI untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang sesuai dengan kebutuhan, 
 
Di sisi lain, 55% konsumen menyatakan tidak yakin brand menggunakan data pelanggan untuk kepentingan konsumen. Sementara 39% mengaku telah bosan dengan AI..

 Di sisi lain, lebih dari separuh (hampir 59%) konsumen di Indonesia mengaku segera mencari alternatif produk atau layanan serupa jika mendapati pengalaman pelanggan yang tidak memuaskan. Sementara lebih dari 40% memutuskan membeli produk/layanan serupa dari brand lain.
 
Twilio menemukan, 64% konsumen di Indonesia ingin brand memberitahu mereka bahwa mereka sedang berkomunikasi dengan AI. Selain itu, 86% konsumen lebih suka memilih sendiri dengan cara apa mereka ingin berkomunikasi dengan brand, meskipun ada AI yang dapat mengasumsikan preferensi konsumen. 
 
“Hanya brand yang mampu berinvestasi pada alat tepat untuk memberikan personalisasi dalam skala besar sambil menjaga transparansi dan mengutamakan pelanggan yang dapat tampil sebagai pemenang dalam persaingan bisnis,” jelas Irfan Ismail, Regional Vice President, Asia Selatan dan Asia Pasifik, ISV Sales di Twilio, Rabu (18/6).
 
Di dunia di mana loyalitas pelanggan semakin sulit diraih - dan sebaliknya, dapat hilang dengan lebih mudah - bisnis tidak bisa lagi menganggap kepercayaan pelanggan dan personalisasi sebagai sekadar opsi. 

Selanjutnya: Bank Indonesia Tetapkan ICDX sebagai Bursa Derivatif Pasar Uang dan Valuta Asing

Menarik Dibaca: Lego Group Hadirkan Lego Mercedes-AMG Petronas F1 Ukuran Asli di Jakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×