Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Test Test
JAKARTA. Ekspor timah batangan terus melorot selama dua bulan terakhir. Agustus silam, volume ekspor timah batangan hanya 8.559 ton, turun 8,12% dari ekspor Juli yang sebanyak 9.316 ton. Adapun ekspor timah Juli ini turun 14,3% dari 10.875 ton pada bulan Juni.
Penurunan volume ekspor tersebut disebabkan oleh penurunan harga timah di pasar internasional. Alhasil, banyak eksportir yang mengerem laju ekspornya. "Turunnya ekspor timah karena harga timah bulan Agustus dibandingkan Juli turun 12,2%. Sehingga banyak eksportir yang menahan ekspor timahnya," ujar Direktur Ekspor Produk Hasil Industri dan Pertambangan, Sri Nastiti Budiarti kepada KONTAN, Senin (12/9).
Memang, harga timah terus melemah sejak April 2011. Pada April 2011, harga timah mencapai harga tertinggi yakni US$ 32.347 per ton. Namun, pada bulan-bulan berikutnya harga terus melandai. Pada Mei, harga timah turun 12,6% menjadi US$ 28.271 per ton. Kemudian pada bulan Juni harga kembali turun 9,7% menjadi US$ 25.519 per ton.
Juli kemarin, sebetulnya harga timah batangan sudah mulai merangkak naik 7,3% menjadi US$ 27.396 per ton. Namun pada Agustus, harga ini melorot lagi menjadi US$ 23.000-US$ 24.000 per ton.
Penurunan harga ini praktis ikut menahan nilai ekspor timah batangan. Per Juli 2011, nilai ekspor timah batangan menyentuh US$ 223 juta. Namun pada Agustus, nilai ekspor timah batangan melorot 11,4% menjadi US$ 197 juta.
Merujuk pada data ekspor timah Kementerian Perdagangan, ekspor timah batangan yang melorot paling dalam ialah ke Korea. Bulan Agustus, ekspor timah ke Korea turun 63% dari 203,3 ton menjadi 74,25 ton. Ekspor timah ke Taiwan juga melorot 32,53% menjadi 85,82 ton.
Meski demikian, ekspor timah ke sejumlah negara mengalami kenaikan, seperti ke Jepang, Belanda, Thailand, dan China. Kenaikan ekspor timah paling besar terjadi ke Jepang yang naik 175% dari 101,1 ton menjadi 278,1 ton. "Untuk ekspor timah ke India dan Australia juga naik meski tipis," ungkap Sri.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI), Rudy Irawan mengatakan para eksportir timah sudah mulai mengalihkan pasarnya ke beberapa negara seperti Jepang dan Thailand. Peralihan pasar ekspor itu dilakukan karena permintaan di dua negara tersebut cukup tinggi.
Di Jepang misalnya, para eksportir timah mendapatkan harga premium ketimbang menjual ekspor timah batangan ke Singapura. Rudy menceritakan, harga timah hari ini US$ 25.000 per ton. Jika para eksportir menjual ke Singapura akan mendapatkan potongan sebesar US$ 400 per metrik ton. "Namun, jika kita menjual ke Jepang justru sebaliknya akan mendapatkan tambahan US$ 400 per ton," jelas Rudy.
Selain, mengalihkan pasar ke Jepang dan Thailand, para eksportir Timah juga mulai melirik pasar AS. Pada bulan Juli 2011, tidak ada timah batangan yang dikirim ke negara Paman Sam tersebut. Namun, pada Agustus, ekspor timah ke AS mencapai 25,50 ton dengan nilai US$ 701,2 juta.
Rudy meramalkan hingga akhir tahun ekspor timah akan stagnan di level 8.000 ton hingga akhir tahun. Adapun harga timah akan kembali naik hingga US$ 26.000 per ton. Permintaan ekspor yang stagnan itu, menurut Rudy, disebabkan oleh permintaan timah pada bulan November dan Desember yang rendah. Selain itu, krisis global AS dan Eropa akan menahan permintaan timah global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News