Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi sekaligus peningkatan kualitas akses energi di Indonesia.
Kasubdit Pengembangan Listrik Perdesaan Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Budianto Hari Purnomo menjelaskan, hingga April 2020, rasio elektrifikasi di Indonesia sudah berada di level 98,93%. Sampai periode tersebut, terdapat 72,37 juta rumah tangga (RT) yang sudah berlistrik dan 337.978 RT yang belum berlistrik.
Pemerintah juga mencatat, per April 2020, rasio desa berlistrik di Indonesia ada di level 99,48%. Terdapat 83.003 desa yang berlistrik. Dari jumlah tersebut, 74.430 desa di antaranya masuk kategori desa berlistrik PLN, 5.447 desa masuk kategori desa berlistrik non-PLN, dan 3.126 desa masuk kategori desa berlistrik Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE).
Baca Juga: Update proyek listrik EBT, sebanyak 24 unit sudah beroperasi komersial
Lantas, terdapat 433 desa yang belum dialiri listrik hingga saat ini di Indonesia. Rinciannya, 324 desa terletak di Papua, 103 desa di Papua Barat, 5 desa di Nusa Tenggara Timur (NTT), dan 1 desa di Maluku.
Guna mengejar rasio desa berlistrik hingga 100% di tahun 2020, Kementerian ESDM berencana melistriki 4.191 desa, termasuk 433 desa yang belum tersentuh aliran listrik sama sekali.
Kementerian ESDM juga menargetkan rasio elektrifikasi bisa tercapai 100% di tahun 2021. Rencananya, pemerintah akan melistriki 2.044 desa di tahun depan untuk penguatan jaringan atau peningkatan jam nyala serta penggantian LTSHE. Pemerintah juga melakukan pengadaan tabung listrik (Talis) sebanyak 25.000 unit di tahun depan untuk mengganti LTSHE.
“Talis ini juga untuk melistriki penduduk di 433 desa yang belum ter-cover di tahun 2020,” ujar Hari dalam diskusi virtual, Selasa (28/7).
Adapun di tahun 2022 nanti, Kementerian ESDM akan melistriki 1.824 desa yang juga bertujuan untuk penguatan jaringan atau peningkatan jam nyala serta penggantian LTSHE.
Hanya memang, untuk memenuhi target-target rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik tersebut tidak mudah. Di luar faktor eksternal seperti pandemi Covid-19, Hari menyebut bahwa data rumah tangga belum berlistrik di setiap desa masih belum memadai dan perlu diperjelas lebih rinci. “Kadang di level kabupaten pun sulit bagi kami untuk dapat akses data rumah tangga yang belum berlistrik,” ungkap dia.
Baca Juga: IESR: Akses terhadap energi menjadi hal yang penting dalam kehidupan masyarakat
Selain itu, lokasi geografis dan potensi energi setempat yang ada di tiap desa juga masih perlu dipetakan lebih jelas dan komprehensif. Tantangan juga muncul dari pendanaan atau penanaman modal negara bagi program listrik desa yang cenderung terbatas.
Tak ketinggalan, tantangan turut hadir berupa masalah payung hukum dan regulasi terkait pelibatan swasta dalam kerja sama penyediaan listrik dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Hal ini cukup menjadi perhatian mengingat sudah menjadi fakta bahwa investasi penyediaan listrik di daerah terpencil cenderung lebih mahal, sedangkan permintaannya masih lebih rendah ketimbang daerah perkotaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News