Reporter: Petrus Dabu | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk keberatan terhadap iuran produksi dan royalti terhadap hasil mineral tambang olahan seperti sponge iron dan feronikel. Pungutan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 9/2012 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak di Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM).
Antam menilai, kebijakan itu bersifat disinsentif terhadap industri pengolahan bijih mineral di dalam negeri. Penerapan royalti barang produksi olahan ini justru menghambat upaya pengolahan bijih di dalam negeri.
Tato Miraza, Direktur Pengembangan PT Aneka Tambang, mencontohkan, selama ini produksi nikel sudah terkena royalti. "Kami produksi feronikel juga dikenakan royalti. Ini royalti ganda," kata Tato, pekan lalu.
Saat ini Antam sudah mulai terkena oleh royalti ganda itu. Tato berharap pemerintah merevisi aturan itu karena memberatkan keuangan perusahaan tambang.
Menurut Tato, komoditas mineral yang sudah melalui proses pengolahan dan pemurnian sudah termasuk sebagai barang produksi. Dus, cukup dikenakan pajak pendapatan (income tax), bukan royalti.
Persoalannya, Peraturan Pemerintah No 9/2012 menetapkan ketentuan lain. Lampiran aturan yang terbit 6 Januari 2012 itu menyebutkan, sponge iron dan pig iron dikenakan royalti 2,5% per ton dari harga jual. Begitu juga dengan feronikel yang dikenakan royalti 4% per ton dari harga jual.
Sebagai catatan, sepanjang kuartal I-2012, perusahaan tambang plat merah ini sudah memproduksi 3.631 ton feronikel atau 20% dari target produksi tahun 2012 sebesar 18.000 ton. Sedangkan penjualan pada kuartal I Antam mencapai 4.402 ton atau 23% dari target di 2012 sebanyak 19.500 ton.
Sedangkan untuk sponge iron, Antam bersama PT Krakatau Steel, Tbk baru akan mengoperasikan pabrik pengolahan biji besi menjadi sponge iron di Batu Licin, Kalimantan Selatan mulai Agustus ini. Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi 315.000 ton sponge iron per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News