kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APGRI kecewa dengan rencana impor 2,7 juta ton garam


Kamis, 20 Desember 2018 / 19:21 WIB
APGRI kecewa dengan rencana impor 2,7 juta ton garam
ILUSTRASI. Pekerja mengemas garam saat panen


Reporter: Denita BR Matondang | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana mengimpor 2,7 juta ton garam tahun 2019. Angka ini turun hingga 1,7 juta ton dibandingkan impor garam tahun 2018.

Meski demikian, Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin mengaku kecewa dengan keputusan ini. Pasalnya, stok garam di awal tahun 2019 surplus hingga sekitar 1,6 juta ton.

Surplus ini diperoleh dari kebutuhan jumlah produksi ditambah jumlah impor dan dikurangi dengan kebutuhan nasional. Kebutuhan garam secara nasional tahun 2018 mencapai 4,3 juta ton.

Di antaranya, 2,7 juta ton untuk kebutuhan industri dan 1,6 juta ton untuk kebutuhan konsumsi. Sedangkan, produksi garam tahun 2018 sebesar 2,7 juta ton.

Realisasi impor tahun 2018 mencapai 3,2 juta dari 3,7 juta ton yang direkomendasikan. Dengan demikian jumlah total garam yang tersedia sepanjang tahun 2018 5,9 juta ton.

"Jumlah 5,9 juta ton dikurangi dengan kebutuhan nasional 4,3 juta ton itu 1,6 juta ton. Artinya, ada surplus 1,6 juta untuk tahun 2019. Kalau produksi garam tahun 2019 itu masih sama dengan tahun ini 2,7 juta ton maka produksi itu mau buat apa? stok 2020 kah ?," ucap Jakfar saat dihubungi Kontan.co.di. Kamis, (20/12).

Jakfar bilang harga garam akan terkoreksi hingga di level Rp. 1.000 per kg bila pemerintah tetap impor garam 2,7 juta ton. saat ini, harga garam menyentuh angka Rp 1.400 per kg.

Menurut dia, idealnya pemerintah melakukan impor maksimal di angka 2 juta ton. Sebab, sebagian besar hasil produksi petambak garam telah diolah menjadi garam konsumsi dan industri.

Dengan impor garam 2 juta maka harga garam akan stabil di angka Rp 1.600 per kg. "Kalau 2,7 juta ton itu hanya untuk industri, apa iya garam rakyat tidak layak untuk jadi pemasok," kata Jafkar.

Padahal, menurut Jafkar, petambak telah meningkatkan kualitas garam agar dapat menjadi pemasok garam di tingkat industri.

"Kami itu panen sudah pakai membran, tidak bersentuhan lagi dengan tanah, panen kami bersih kok. Kualitasnya sudah meningkat jauh dibandingkan sepuluh tahun lalu," keluh dia.

Jafkar pun mempertanyakan fungsi Kementerian Perindustrian (Kemperin) yang menampung hasil panen garam rakyat lewat industri pengolahan.

"Karena Kemperin ada namanya menaungi perusahaan pengolah garam yang juga disebut seven samurai. Itu perusahaan pengolah yang membeli garam rakyat diolah oleh mesin untuk ditingkatkan kualitasnya. Terus garamnya kemana? Ini ada pembohongan pernyataan dari pemerintah dalam hal ini adalah Kemperin," kata Jafkar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×