Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengatakan, buruh seharusnya tidak menuntut Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan angka yang tinggi. Apalagi, bagi buruh yang masih minim pengalaman kerja dan rendah tingkat pendidikan.
"UMP itu beda dengan upah biasa, namanya minimum, jadi bukan untuk kawin, beli rumah, beli mobil. Apalagi kalau mereka baru masuk kerja dan kurang berpendidikan," kata Anton seusai diskusi di Jakarta, Sabtu (2/11/2013).
Menurut Anton, UMP merupakan pengupahan berdasarkan survei di suatu daerah. Oleh karena itu, UMP seharusnya tidak dapat dinego. Saat buruh baru masuk ke dalam dunia kerja, maka dia harus menerima upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Jika sudah beberapa tahun bekerja dan memiliki kinerja yang baik, kata dia, maka buruh berhak menuntut kenaikan upah diatas UMP.
"Jadi, apa ia kalau baru masuk kerja mau langsung beli rumah, beli mobil? Kan enggak," kata Anton.
Anton menambahkan, penuntutan upah minimum yang tinggi oleh buruh, selain tidak rasional, juga dapat berdampak kepada ketidakstabilan ekonomi. Perusahaan nantinya akan membatasi jumlah pekerja mereka. Bukan tidak mungkin perusahaan akan hengkang karena tidak sanggup membayar UMP yang tinggi. Dampaknya, mencari lapangan kerja akan semakin sulit.
Seperti diberitakan, penetapan UMP selalu menjadi masalah setiap tahun. Para buruh di berbagai daerah menuntut kenaikan UMP dengan turun ke jalan dan mogok kerja. Tak jarang berakhir dengan bentrokan. Di Jakarta, UMP 2014 ditetapkan sebesar Rp 2,4 juta dari tuntutan buruh mencapai Rp 3,7 juta. (Ihsanuddin/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News