Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyebutkan, pemerintah tidak perlu terlalu reaktif dan terburu-buru dalam menerapkan kebijakan pengetatan impor sejumlah barang.
Sebagai informasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto beberapa waktu lalu menyebut bahwa rencana pengetatan terhadap sejumlah barang impor dilatarbelakangi adanya keluhan dari asosiasi dan masyarakat terkait banjir produk impor di pasar tradisional dan e-commerce.
Terdapat sejumlah komoditas yang hendak dikenakan pengetatan impor. Di antaranya adalah mainan anak-anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil, obat tradisional dan suplemen kesehatan, pakaian jadi, aksesoris pakaian jadi, dan tas.
Baca Juga: Perprindo Soroti Rencana Kebijakan Pengetatan Impor Barang
Jumlah Harmonized System (HS) Code yang diubah mencapai 327 kode pos untuk produk tertentu, pakaian jadi 328 kode pos, dan tas 23 kode pos.
Selain itu, ada perubahan aturan pengawasan barang-barang yang dilarang atau dibatasi (lartas) menjadi border atau diawasi dalam kawasan pabean.
Selain itu, pemerintah juga akan melakukan pengawasan kepada importir umum yang dari awalnya post border menjadi border. Akibat perubahan tersebut, maka ada regulasi yang harus diperbaiki di sejumlah kementerian/lembaga.
Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri menyatakan, kebijakan pengetatan impor harus dikaji secara lebih komprehensif, sehingga pemerintah tidak perlu terburu-buru menerapkan kebijakan tersebut. Sebab, jika terjadi kesalahan, maka akan menjadi langkah mundur yang merugikan industri nasional.
Firman mengungkapkan, dahulu Indonesia melakukan pengawasan impor melalui post border karena pemeriksaan di border kerap menimbulkan dwelling time dan biaya ekonomi yang tinggi.
Baca Juga: Ini Penyebab Impor Kopi di Indonesia Terus Melonjak
"Sekarang pemerintah mau melangkah mundur karena kembali menerapkan pengawasan border dengan pertimbangan adanya banjir impor," ujar dia, Senin (23/10).
Di samping itu, terdapat risiko pengawasan impor berupa celah masalah hukum ketika pihak ketiga ditunjuk sebagai pelaksana pengawasan.
"Jangan sampai nanti ada monopoli dan pengaturan harga dalam pelayanan perizinan dan pengawasan sebagai konsekuensi perubahan aturan," imbuh Firman.
Dia melanjutkan, tidak semua pelaku impor itu buruk. Dalam konteks industri persepatuan, ada beberapa produsen lokal yang masih perlu impor produk alas kaki jadi dalam skala kecil sebagai strategi diversifikasi produk.
Selain itu, ada produsen merek global yang juga perlu impor untuk mengenalkan merek alas kakinya di Indonesia dalam skala yang kecil.
Baca Juga: Rencana Pengetatan Impor Dikritisi Kalangan Pengusaha
Dari situ, Aprisindo menyampaikan perlunya strategi mitigasi atau pengecualian bagi importir yang baik dan tidak merugikan industri nasional.
Pengecualian ini bisa melalui mekanisme pembuktian dan tentu tetap ada sanksi pencabutan izin impor bila ditengarai terjadi kecurangan.
Aprisindo juga kembali menekankan pentingnya penegakan hukum secara serius dalam pengawasan impor, termasuk tindakan hukum bagi kasus seperti kejahatan kepabeanan. Hal tersebut demi memberantas praktik impor ilegal alas kaki yang selama ini seolah tidak tersentuh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News