Reporter: Vina Elvira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional masih jauh dari kata pulih. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik masih terus berlanjut hingga saat ini.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, mengungkapkan bahwa rata-rata utilisasi produksi industri tekstil nasional berada di bawah 50%.
Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah PHK dan penutupan pabrik yang terjadi di Jawa Barat maupun Jawa Tengah.
Baca Juga: Industri Tekstil Apresiasi Upaya Kemenperin Menekan Banjir Produk Impor
Menurut Redma, penyebab utama dari kondisi ini adalah banjirnya impor produk tekstil murah. Padahal, daya beli konsumen sebenarnya masih cukup baik, didukung oleh pertumbuhan ekonomi sebesar 5% yang didorong oleh konsumsi.
"Situasi ini memaksa perusahaan menjual produk di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) selama dua tahun terakhir hingga arus kas mereka terus tergerus dan akhirnya bangkrut," ujar Redma kepada Kontan.co.id, Jumat (28/6).
Redma menjelaskan bahwa sejak akhir tahun 2022 hingga saat ini, para pelaku industri berusaha bertahan dengan mengurangi produksi dan merasionalisasi jumlah karyawan.
Baca Juga: APSyFI Tuding Kinerja Bea Cukai Jadi Penyebab Ramainya PHK di Industri Tekstil
Namun, mereka menilai bahwa pemerintah tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap sektor TPT dan terus mendukung para importir. Akibatnya, banyak perusahaan terpaksa menutup operasional pabrik mereka.
"Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan jika pemerintah tidak mau berpihak pada produsen. Meskipun Presiden sering menunjukkan keberpihakannya, namun para menterinya berkata lain. Terutama Menteri Keuangan yang sama sekali tidak memiliki kepedulian terhadap industri ini, banyak pekerjaan rumahnya yang terhenti di meja Menkeu," jelasnya.
APSyFI menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan industri TPT dari kehancuran adalah dengan menjadikan pasar domestik sebagai jaminan pasar produk lokal.
Langkah ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain, membersihkan bea cukai dari oknum mafia impor agar dapat memberantas impor ilegal, merevisi Permendag 8, serta mengenakan BMAD atau BMTP terhadap seluruh pos tarif TPT HS 50-63.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News