Sumber: Kompas.com | Editor: Dupla Kartini
DENPASAR. Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) mengistirahatkan sementara terhadap kapal-kapal ikan tuna terhitung sejak 30 September 2016 sampai keinginannya terpenuhi.
Sebanyak 401 unit kapal siap ditambatkan di Pelabuhan Ikan Benoa sebagai bentuk protes terhadap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait Permen 57/2014 Tentang penghentian transhipment atau alih muatan di tengah laut, dari kapal penangkap ikan ke kapal pengangkut.
Hal ini dinilai justru merugikan para usaha perikanan, karena dengan alih muatan di tengah laut, akan efektif dan ekonomis.
"Kami sepakat, kapal tidak melaut untuk sementara sampai Permen 57/2014 dicabut. Kami sangat berharap bu Menteri Susi buka telinga, buka mata dengan masukan-masukan kami. Ke depannya perikanan tangkap alat Longline ini bisa jalan kembali," kata Ketua Umum ATLI Kasdi Taman di Benoa, Denpasar, Bali, Rabu (5/10).
Sekjen ATLI, Dwi Agus Siswa Putra menambahkan, sebelumnya pada tahun 2015 hingga Juni 2016 masih diberikan kelonggaran menitipkan ikan sesama kapal tangkap dalam satu manajemen. "Tapi awal Juli 2016 sudah tidak boleh lagi. Alasannya tidak boleh juga kita tidak tahu. Kapal diperiksa, ya itu tadi ada Permen 57, sehingga tangkapan ikan tuna menurun," katanya.
Mengacu data ATLI, setelah larangan transhipment di tengah laut, produksi ikan tuna anjlok dari dari bulan Juni 2016 berjumlah 1.204,25 ton menjadi 379,83 ton pada Juli lalu.
Produksi tahunan juga menyusut. Pada 2014 berjumlah 14.591,30 ton, lalu turun pada 2015 menjadi 7.367,83 ton, dan pada 2016 kian susut menjadi 4.990,82 ton.
"Kalau betul kapal dihentikan beroperasi, ribuan orang akan jadi pengangguran. Belum ABK kapal, belum karyawan UPI(Unit Pengolahan Ikan), dan administrasinya," tegas Dwi.
Untuk itu, ATLI menuntut larangan transhipment dicabut, karena di dunia tidak ada larangan melakukan transhipment di tengah laut. (Sri Lestari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News