Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -PULAU OBI. PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Nickel) telah mengucurkan dana investasi hingga mencapai Rp 75 triliun hingga September 2024.
Dana tersebut terutama untuk membangun fasilitas hilirisasi berbasis nikel mulai dari smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) hingga teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) pertama di Indonesia.
“Fasilitas HPAL menjadi bukti kesiapan Indonesia masuk rantai pasok kendaraan listrik dunia,” ujar Corporate Communications Superintendent Harita Nickel Joseph Sinaga dalam kunjungan media ke Pulau Obi, Halmahera Selatan, Kamis (13/6).
Joseph menjelaskan perusahaan hanya akan memproduksi bahan baku baterai untuk kendaraan listrik dan tidak akan masuk ke bisnis baterai EV. "Banyak pertanyaan soal apakah Harita akan bangun pabrik baterai EV, saya kira tidak ke sana arahnya," terang dia.
KONTAN berkesempatan mengunjungi smelter Harita Group di Pulau Obi Halmahera Selatan. Di sana terlihat aktivitas penambangan nikel dan operasional smelter selama 24 jam.
Terlihat juga truk kontainer hilir mudik untuk mengangkut produk feronikel atau produk HPAL yang siap diekspor.
Sebagai informasi, pada tahun 2010, perusahaan mulai melakukan kegiatan penambangan nikel di Pulau Obi melalui Izin Usaha Pertambangan oleh PT Trimegah Bangun Persada Tbk.
Kemudian pada tahun 2015 perusahaan mulai membangun smelter RKEF pertama dengan 4 lini produksi, berlanjut pada tahun 2016 perusahaan melakukan produksi perdana feronikel sebagai produk hilir dari nikel saprolit.
Setelah itu pada tahun 2019 perusahaan membangun fasilitas pemurnian nikel pertama di Indonesia dengan teknologi HPAL. Pada tahun 2020, Pulau Obi menjadi proyek stratyegis nasional sebagai Kawasan Industri Obi.
Pada tahun 2021, perusahaan melakukan produksi pertama Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) sebagai produk antara dari pengolahan nikel limonit.
Tahun 2023 smelter RKEF kedua tresmi beroperasi dengan 8 lini produksi. Setelah itu, eksporn perdana nikel sulfat dan cobalt sulfat dilakukan perusahaan. Setelah itu perusahaan pada tahun 2023 melakukan pencatatan pedana saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk.
Pada tahun 2024 perusahaan melakukan produksi perdana MHP produksi PT Obi Nickel Cobalt sebagai proyek HPAL kedua.
Ia mengungkapkan bahwa Harita Group memiliki pertambangan dan pemrosesan nikel yang terintegrasi dengan total luas area 11.550 ha dan total cadangan dan sumber daya 301,9 miliar ton.
"Saat ini kami mempekerjakan 22.000 karyawan," kata dia dalam paparan saat kunjungan media ke Smelter Nikel Harita Group, Kamis (12/5).
Kata dia, smelter pertama RKEF Harita Nickel, MSP, mulai berproduksi pada tahun 2016, dengan 4 lini produksi (25.000 ton Ni/tahun) Diikuti dengan HJF pada tahun 2022, dengan 8 lini produksi (95.000 ton Ni/tahun).
Smelter ketiga, KPS, dalam tahap pertama konstruksi, dengan 4 lini produksi (60.000 ton Ni/tahun) akan dimulai pada Q1 2025, dan kapasitas penuh 12 lini produksi (185.000 ton Ni/tahun).
Pertumbuhan signifikan volume penjualan FeNi disebabkan oleh HJF (kapasitas penuh pada Agustus 2023). Volume penjualan pada FY 24 mencapai 126.344 ton Ni FeNi naik 25% YoY, di atas 5% dari total nameplate capacity.
Sementara itu, kata dia, fasilitas pemurnian HPAL milik Harita Nickel pertama kali mulai berproduksi pada tahun 2021, dengan 3 lini produksi (55.000 ton Ni/tahun), diikuti oleh ONC, yang sudah mencapai kapasitas maksimal pada Agustus 2024 dengan 3 lini produksi (65.000 ton Ni/tahun).
Pada HPAL, ONC (kapasitas penuh pada Agustus 2024) menjadi pendorong pertumbuhan penjualan MHP YoY. Penjualan HPL ONC pada FY24 mencapai 102.053 ton Ni, naik 68% YoY.
Volume penjualan HPAL pada FY24 merupakan gabungan antara MHP dan NiSo4. Penjualan HPL sebesar 67.049 ton Ni dan ONC sebesar 35.004 ton Ni.
Ia mengatakan, perusahaan juga sudah melakukan produksi untuk tambang baru di PT GTS, selain itu juga perusahana juga memiliki IUP lain PT KTS, PT CKS, dan PT BJM. Dengan IUP baru ini bisa lebih dari 50 tahun bisa ditambang.
"Nantinya, tambang yang saat ini yang sudah akan habis 4 tahun lagi akan dijadikan kawasan industri nikel saja," ungkap dia.
Joseph juga bilang, pihaknya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan total kapasitas 1.200 Megawatt (MW) atau 1,2 GW.
“Kami juga akan membangun PLTS Rooftop dengan total kapasitas 300 MW. Saat ini baru feasibility study untuk 40 MW, nanti akan dipasang di atap pabrik-pabrik smelter kami,” ungkap dia.
Selanjutnya: IHSG Jatuh 0,64% ke 7.158,12 di Sesi I Jumat (13/6), Sentimen Geopolitik Tekan Pasar
Menarik Dibaca: Cara Mengobati Asam Urat dengan Minyak Ikan, Cek Cara Penggunaannya Berikut!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News