Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 terus diungkap Kejaksaan Agung. Kasus ini menyeret berbagai pihak baik mantan manajemen PT Timah Tbk dan juga pihak swasta yang merupakan pemilik smelter swasta. Terbaru adalah suami Sandra Dewi yang bernama Harvey Moeis menjadi tersangka.
Selama ini di Bangka Belitung bercokol perusahaan-perusahaan smelter swasta yang juga ikut menambang timah sekaligus eksportir. Ada sekitar 20 sampai 30 smelter swasta yang selama ini aktif melakukan ekspor timah ke berbagai negara. Setiap tahun Indonesia mengeskpor sekitar 70.000-72.000 ton logam timah dari bumi laskar pelangi.
Sebanyak 20.000 sampai 30.000 ton disuplai oleh PT Timah Tbk. Namun, lantaran saat ini para owner dan direksi smelter swasta tersebut menjadi tersangka, praktis suplai Indonesia untuk ekspor timah berkurang. Perusahaan yang terjerak kasus tersebut praktis berhenti melakukan ekspor timah.
Alhasil, pasar ekspor saat ini mayoritas hanya dipenuhi oleh PT Timah Tbk. Abdullah Umar Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk bercerita, pasar dunia saar ini sangat membutuhkan timah sebanyak 370.000 ton per tahun, bahkan bisa bertambah dengan makin banyaknya produksi kendaraan listrik.
"Indonesia menyuplai 70.000 ton atau sekitar 20%. Jadi, suplai Indonesia sangat berarti bagi dunia industri mereka," ungkap dia saat ditemui KONTAN, Rabu (28/3).
Ia mengungkapkan, saat ini dunia sedang membutuhkan timah karena tren penjualan kendaraan listrik di seluruh dunia meningkat, termasuk Indonesia sangat cepat. Sementara timah menjadi salah satu komponen dalam kendaraan listrik yang tidak bisa digantikan. Asal tahu saja, timah adalah salah satu komponen penting dalam baterai kendaraan listrik.
"Walaupun China sebagai produsen timah terbesar dunia, mereka masih sangat membutuhkan pasokan timah dari luar China. Bahkan beberapa pengusaha China sampai datang ke Bangka untuk mencari timah untuk mengamankan kebutuhan mereka secara rutin," kata dia.
Abdullah menjelaskan bahwa pengusaha timah asal China sudah mendatangi Bangka untuk mendapatkan pasokan yang berkelanjutan. "Untuk memenuhi kebutuhan logam Timah, China itu tidak mau semuanya menambang sendiri. Mereka hanya menambang sekitar 150.000-an ton. Selebihnya mereka cari dari beberapa negara di afrika, Australia termasuk Indonesia," terang dia.
Makanya, kata Abdullah, produksi atau ekspor timah harus tetap dipertahankan dengan tetap menjaga keberlanjutan dari produksi sekaligus menjaga cadangan yang ada. "Kami tidak ingin jor-joran juga. Kami tahu dunia sedang butuh timah. Tetapi, dengan begini harga akan tetap terjaga," urai dia.
Ia mengungkapkan bahwa saat ini perusahaan sudah bisa melakukan kegiatan ekspor setelah Januari-Februari tidak melakukan kegiatan itu lantaran RKAB belum dikeluarkan Kementerian ESDM.
"Dengan dinamika yg ada, kami berharap adanya perbaikan tata kelola pertambangan dan tata niaga pertimahan di Indonesia. Kami berharap kasus ini menjadi pelajaran kita semua serta pintu masuk perbaikan dan tentunya apresiasi upaya Kejagung sebagai aparat penegak hukum," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News