Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau mendapat penolakan dan tekanan, namun Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga masih optimitstis minyak sawit punya prospek cerah. Terlebih, hingga saat ini masih banyak negara yang menjadikan minyak sawit pilihan utama.
"Sampai saat ini palm oil masih merupakan pilihan paling ekonomis sebagai sumber minyak nabati dunia dibandingkan dengan sunflower, rapeseed, soybean dan lain-lain. Itu yang masih terbaik dari sisi efisiensi, ini membuat minyak sawit sebagai pilihan utama sebagai substitusi minyak nabati yang lain," kata dia dalam diskusi virtual, Senin (15/6).
Karena itu, dia berharap seluruh stakeholder tetap menjaga keberlangsungan industri minyak sawit nasional khususnya dari berbagai hambatan yang terjadi, seperti berbagai tuduhan yang tengah dilayangkan kepada sawit Indonesia dari negara lain.
Baca Juga: Ekspor CPO masih surplus, pelaku usaha dukung kebijakan ekspor di era new normal
Menurut Jerry, pemerintah pun tidak diam mengatasi berbagai hambatan ekspor minyak sawit Indonesia. Dia menyebut, beberapa hambatan tersebut berasal dari Amerika Serikat (AS) yang mengenakan anti dumping pada ekspor biodiesel dan dari Uni Eropa yang mengenakan anti subsidi pada ekspor biodiesel Indonesia.
Nah, untuk hambatan dari AS, pemerintah sudah melakukan upaya banding di Badan Penyelesaian WTO dan dalam proses banding di United States Court of International Trade.
Sementara terkait dengan hambatan di Uni Eropa, pemerintah pun telah menempuh langkah pembelaan melalui forum hearing dan penyampaian submisi dengan Uni Eropa.
Adapun, pada Januari hingga April 2020, ekspor CPO dan turunannya tercatat mencapai US$ 6,3 miliar atau berkontribusi 12,4% terhadap ekspor nonmigas Indonesia.
Menurut Jerry, perkembangan ekspor minyak sawit dan turunannya di pasar utama selama Januari hingga April 2020 pun bervariasi. Misalnya di India yang mengalami kenaikan baik dari sisi volume dan nilai, di Pakistan terdapat peningkatan dari sisi nilai namun mengalami penurunan dari sisi volume, sementara di China dan Belanda terjadi penurunan baik dari sisi volume dan nilai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News