Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana kembali membuka keran ekspor sejumlah konsentrat mineral logam. Rencana ini tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Minerba Ridwan Djamaludin No: 1.E/MB.04/DJB/2021 Tentang Pemberian Rekomendasi Penjualan ke Luar Negeri Mineral Logam Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Melalui surat edaran itu, pemerintah membuka keran pemberian rekomendasi penjualan ke luar negeri untuk sejumlah mineral logam di masa pandemi ini. Mineral yang dimaksud meliputi konsentrat tembaga, konsentrat besi, konsentrat timbal, konsentrat seng, bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar Al2O3 > 42%.
Sementara untuk komoditas nikel, komoditas nikel yang belum memenuhi batasan minimum pemurnian tidak dapat diberikan rekomendasi penjualan ke luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Rencana pemerintah membuka keran ekspor sejumlah konsentrat memicu respon yang beragam. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli berujar, pihaknya melihat kebijakan ini sebagai tindakan emergensi dari Pemerintah yang bersifat sementara.
“Pemerintah tentunya memerlukan pembukaan lapangan kerja dan juga pendapatan untuk negara. Dana APBN banyak tersedot untuk penanggulangan bencana non-alam ini (covid-19),” kata Rizal saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (24/3).
Baca Juga: Menakar potensi ekspor mineral pasca relaksasi diberikan
Rizal tidak memungkiri, Kebijakan ini bisa menyebabkan kemunduran capaian hilirisasi mineral. Namun, di sisi lain, ia meyakini bahwa kebijakan ini bakal memberikan peningkatan pendapatan kepada Negara dan perusahaan agar dapat mempertahankan kegiatan operasi dan produksinya selama masa pandemi.
“Tanpa kebijakan ini, dikhawatirkan berpotensi banyak pekerja yang akan kehilangan lapangan kerja di masa sulit seperti sekarang,” terang Rizal.
Meski begitu, Rizal menilai bahwa tetap perlu melakukan evaluasi terhadap kemajuan pembangunan smelter seperti yang direncanakan. Dalam hal ini, keterlambatan capaian hilirisasi yang mungkin terjadi dinilai bisa disiasati dengan melakukan penyesuaian ulang atau revisi terhadap rencana penyelesaian smelter yang telah dicanangkan.
Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri, Dendi Ramdani menilai bahwa kondisi pandemi Covid-19 tidak bisa menjustifikasi rencana pemerintah untuk membuka kembali keran ekspor sejumlah konsentrat mineral logam. Dendi beralasan, sektor pertambangan tidak terdampak pandemi Covid-19.
Sebaliknya, sektor tersebut menurut Dendi justru malah ‘diuntungkan’ oleh kondisi pandemi. “Harga-harga semua komoditas naik bahkan meroket dibandingkan periode normal sebelum Covid-19,” ujar Dendi kepada Kontan.co.id, Rabu (24/3).
Di sisi lain, rencana pembukaan kembali keran ekspor sejumlah konsentrat mineral logam menurut Dendi membawa sejumlah ‘mudharat’. Pertama, kebijakan ini dinilai mendorong pengusaha kembali fokus pada menjual bahan mineral mentah tanpa melakukan processing secara lebih lanjut. Walhasil, upaya hilirisasi yang tengah dikejar bisa tersendat.
Kedua, kebijakan ini juga dinilai memberi ketidakpastian bagi investor yang sedang membangun fasilitas processing untuk hilirisasi (smelter) maupun investor yang sudah membangun fasilitas tersebut.
Walhasil, realisasi pembangunan smelter oleh investor bisa melambat. “Bagi investor yang sudah membangun fasilitas processing, akan bertanya-tanya karena kebijakan ini bisa menciptakan ketidakpastian mendapatkan bahan baku,” imbuh Dendi.
Selanjutnya: Ini tanggapan pelaku usaha terkait kebijakan relaksasi ekspor mineral
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News