Reporter: Nadya Zahira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten perkebunan sawit, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menyampaikan bahwa produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Indonesia mengalami stagnasi karena hanya bergerak di bawah 5% per tahun. Untuk itu, pihaknya menyiapkan sejumlah strategi guna menyelesaikan permasalahan tersebut.
Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi kelapa sawit dalam 4 tahun terakhir terjadi stagnasi. Tercatat, pada periode 2005-2010 terjadi penurunan produksi sebesar 10%, lalu 2010-2015 turun 7,4%, selanjutnya pada periode 2015-2020 turun 3,2%, dan seterusnya stagnan.
Direktur Utama Astra Agro Lestari, Santosa mengatakan, masalah produktivitas kelapa sawit memang kerap terjadi dan hal itu tergantung pada usianya. Dia menyebutkan, produksi kelapa sawit idealnya ketika usia tanaman 12-14 tahun, kemudian produksi akan stabil ketika umur 20-22 tahun, lalu masuk usia 25-30 tahun produksi akan mulai menurun.
Baca Juga: Astra Agro Lestri (AALI) Berharap Harga CPO Bisa Capai US$ 1.200 Per Ton
"Jadi kelapa sawit ini memang masalahnya hanya di usia, sehingga pasti akan terjadi stagnasi kecuali terus dilakukan replanting, tapi replanting butuh waktu minimal 3 tahun,” ujar Santosa dalam acara Talk to CEO 2024, Jumat (16/2).
Santosa menuturkan, AALI mencatatkan kenaikan produksi kelapa sawit sebesar 4,8% atau 3.312.149 ton di tahun 2023, dari yang sebelumnya 3.159.533 ton di tahun 2022.
Adapun Astra Agro Lestari, memiliki total 210.000 hektare perkebunan sawit. Santoso menyebutkan, sepertiga dari total tanaman kelapa sawit perusahaan sudah ditanam sejak tahun 1994-1997, sehingga saat ini sudah memasuki masa penurunan produksi dan harus segera replanting.
Namun demikian, AALI menargetkan program replanting perkebunan sawit hanya sekitar 5.000-6.000 hektare per tahun. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar produksi kelapa sawit perusahaan tidak terlalu ambles.
"Replanting itu masih pelan-pelan kami lakukannya, karena kalau saya replanting secara total, maka produksinya akan drop. Jadi strategi kita yaitu hanya replanting sekitar 5.000 - 6.000, tergantung pada yield rata-rata Astra Agro," kata Santosa.
Selain itu, Santosa menuturkan bahwa replanting tersebut akan menyasar pada tanaman sawit dengan yield rendah. Untuk diketahui, istilah yield merujuk pada perhitungan produktivitas tanaman kelapa sawit per satu hektare per periode tertentu.
Adapun pada tahun 2022, yield Tandan Buah Sugar (TBS) AALI sekitar 16 ton per hektare, sementara pada tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 17 ton per hektare.
Lebih lanjut, Santosa mengatakan, dalam stabilisasi produksi di tengah siklus replanting, AALI juga mengandalkan pembelian TBS dari kebun plasma dan petani mitra di sekitar lokasi kebun. Adapun perbandingan produksi dari kebun inti dengan TBS dari eksternal mencapai 50:50.
“Sepanjang menunggu stabilisasi ini, tentu AALI harus tetap bertumbuh. Jadi mau enggak mau kita strateginya adalah melakukan trading," kata dia.
Dia menjelaskan, untuk melaksanakan replanting perkebunan kelapa sawit, Astra Agro Lestari mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 1,5 triliun di tahun 2024. Selain itu, capex juga diperlukan untuk perawatan tanaman yang belum menghasilkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News