Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pengalihan kewenangan memungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah menuai sejumlah masalah. Pengalihan hak pungut BPHTB ini menghambat penjualan properti.
Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria menyatakan, pembeli bingung untuk menyetorkan BPHTB itu karena banyak daerah tidak memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang BPHTB. Dus, konsumen menunda pembelian properti. "Ini menghambat jual beli properti," kata Teguh di Jakarta (9/2).
Presiden Direktur PT Era Indonesia Darmadi Darmawangsa, salah satu agen properti besar di Tanah Air, menyatakan, banyak transaksi properti yang dilakukan agen tidak bisa dilakukan karena BPHTB tidak bisa dibayarkan oleh pembeli. "Sejak pemberlakuan pengalihan BPHTB ke daerah, agen properti di sejumlah daerah tidak bisa bertransaksi properti," ungkap Darmadi.
Kegelisahan sama dialami pengembang apartemen di Karawaci, Tanggerang. Ranto Manguel, Business Development PT Broadbiz Asia mengungkapkan, apabila sampai Juni 2011 Perda BPHTB tidak kunjung ada di Kabupaten Tangerang, maka bisnis properti di wilayah ini akan terhambat. Maklum, sebagai contoh, pembuatan akta jual beli antara pengembang dan konsumen di notaris tidak bisa dibuat tanpa ada BPHTB.
Bukan hanya itu. Masalah BPHTB ini juga menyebabkan tidak ada kepastian harga properti. Pasalnya, dengan adanya ketentuan mengenai BPHTB, setiap properti yang ditawarkan tentu juga memasukkan tarif BPHTB 5%. Tetapi, jika properti itu berada di daerah yang belum memiliki Perda BPHTB maka pengembang atau agen kesulitan menetapkan harga.
Menurut data REI, hingga kini daerah yang sudah memiliki Perda mengenai BPHTB itu baru 150 kabupaten/kota. Artinya, sekitar 350 kabupaten/kota belum memiliki Perda BPHTB tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News